Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga mayoritas instrumen investasi beberapa waktu terakhir membuat investor perlu memperhitungkan kembali portofolionya. Tujuan investasi dan jangka waktu investasi juga bisa menjadi pertimbangan investor sebelum masuk ke salah satu instrumen.
Head of Investment Avrist AM Farash Farich mengatakan, tingginya harga emas jadi momentum investor untuk mulai mempertimbangkan aset lain. Menurut dia, obligasi dan saham baru mulai menunjukkan momentumnya dan bahkan valuasinya cenderung tidak mahal. "Untuk jangka menengah, baiknya investor melirik pendapatan tetap. Kemudian untuk jangka panjang di saham," kata Farash kepada Kontan.co.id, Kamis (29/7).
Baca Juga: Jelang sore, harga emas nangkring di US$ 1.957 per ons troi di pasar spot
Adapun faktor yang perlu diperhatikan ke depan menurut Farash adalah valuasi. Apabila spread surat berharga negara (SBN) 10 tahun terhadap yield US Treasury kembali di rentang 500-550 basis points (bps) Farash menyarankan investor untuk mulai netral kembali bobot obligasi.
Di sisi lain, untuk saham Farash menyarankan apabila valuasi rata-rata price to earning ratio sudah kembali ke rata-rata jangka panjang, maka investor dapat kembali netral bobot di saham. Sementara itu, pertimbangan lain bila pemulihan ekonomi berlanjut bertahap di pasar global, maka investor global secara bertahap akan merealokasi aset mereka dari emas.
"Pilihannya bisa ke aset yang lebih berisiko seperti saham dan obligasi di emerging markets. Dengan demikian, kenaikan harga emas akan lebih stagnan atau koreksi," ujar dia.
Baca Juga: Harga emas Antam hari ini Rp 1.013.000 per gram, Rabu (29/7)
Di samping itu, inflow ke emerging markets akan memperkuat mata uang seperti rupiah ke depannya. Sehingga, Farash memandang imbal hasil investasi di emas dalam rupiah akan lebih rendah ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News