Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas makin murah di tengah optimisme berlanjutnya negosiasi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Bahkan, harga emas mencapai level terendah dalam 16 pekan terakhir, sejak 5 Agustus 2019.
Selasa (26/11) pukul 7.30 WIB, harga emas spot berada di US$ 1.453,39 per ons troi, turun 0,15% ketimbang harga penutupan perdagangan hari sebelumnya. Harga emas turun dalam lima hari perdagangan berturut-turut atau sepekan terakhir. Dalam sepekan, harga emas turun 1,29%.
Sejalan, harga emas berjangka untuk pengiriman Februari 2020 di Commodity Exchange pun turun 0,25% ke US$ 1.460,10 per ons troi. Dalam sepekan terakhir, harga kontrak emas ini melemah 1,42%.
Baca Juga: U.S. tells exporters to report pig carcass sales as China buying soars
Harga emas berjangka pun menyentuh level terendah sejak 2 Agustus. "Ada pembaruan sentimen risiko di pasar berdasarkan berita kesepakatan dagang. Harga obligasi menurun, yen melemah, dan harga emas pun merangkak turun," kata Ole Hansen, commodity strategist Saxo Bank kepada Reuters.
Hansen menambahkan bahwa pasar saham pun ditransaksikan dengan asumsi bahwa kesepakatan dagang akan tercapai. Keyakinan pasar ini makin besar setelah koran China, Global Times melaporkan bahwa AS dan China sangat dekat dengan kesepakatan dagang awal.
Sentimen positif lain adalah pengumuman akhir pekan bahwa China akan memperbaiki perlindungan hak kekayaan intelektual yang selama ini menjadi salah satu inti tuntutan AS.
Baca Juga: Tiga indeks utama Wall Street mencetak rekor tertinggi
Jim Wyckoff, analis senior Kitco Metals mengatakan, perlindungan hak kekayaan intelektual ini menjadi elemen kunci yang diminta AS untuk mencapai kesepakatan dagang. "Ini bisa menjadi pendekatan keras AS untuk menekan China mencapai kesepakatan," kata Wyckoff seperti dikutip Reuters.
Meski sinyal positif makin kuat, masih ada keraguan bahwa akan ada kesepakatan fase kedua. "Pasar melihat kesepakatan ini sebagai pelonggaran sementara, bukan solusi jangka panjang," kata Carsten Menke, analis Julius Baer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News