Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kendati harga emas naik (rebound) pada perdagangan Senin (9/2), investor sebaiknya tetap waspada menghadapi peluang koreksi. Pasalnya, pergerakkan si kuning ini masih dalam tren penurunan (bearish) seiring membaiknya data ekonomi Amerika Serikat (AS).
Data Bloomberg, Senin (9/2) pukul 16.33 WIB menunjukkan, harga emas pengiriman April 2015 di Commodity Exchange menguat 0,73% menjadi US$ 1.241,10 per ons troi. Akhir pekan lalu, emas sempat terkoreksi tajam 2,54% ke level US$ 1.234,60.
Rebound didorong oleh perkembangan terbaru negosiasi Yunani dengan para krediturnya dari Zona Euro. Perdana Menteri Yunani, Alexis Tsipras menyatakan, negara para dewa itu menolak memperpanjang program dana talangan yang sebelumnya diperoleh dari sindikasi beberapa negara Zona Euro.
Tsipras juga menegaskan komitmennya untuk menaikkan upah mininum sekaligus menghentikan program privatisasi infrastruktur. Dua kebijakan ini tentunya meningkatkan tensi negosiasi antara Yunani dengan para krediturnya.
Pasalnya, salah satu klausul dana talangan yang harus dipenuhi Yunani adalah pengetatan anggaran dan privatisasi infrastruktur. Kondisi ini tentunya meningkatkan kembali kecemasan Yunani akan angkat kaki dari Zona Euro.
Suluh Adil Wicaksono, Analis Millenium Penata Futures mengatakan, ketidakpastian nasib Yunani memang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakkan emas. Namun, faktor tersebut tidak lagi menjadi determinan signifikan naik-turunnya harga emas.
"Ini terbukti saat pelaksanaan pemilu Yunani lalu yang menimbulkan kecemasan banyak pihak, harga emas sebagai komoditas safe haven justru tidak naik signifikan," kata Suluh, Senin (9/2).
Atas dasar itu, Suluh menilai, perkembangan nasib Yunani di Zona Euro hanya menjadi faktor kecil yang tidak terlalu berpengaruh pada harga emas. Sebaliknya, emas menghadapi tekanan berat dari membaiknya data ekonomi AS yang membuat pergerakkan harganya diyakini masih dalam tren bearish.
Jumat (6/2) pekan lalu, AS merilis data upah tenaga kerja non-pertanian (non-farm payroll) Januari yang naik naik sebesar 257.000, melebihi perkiraan awal yang sebesar 228.000. Dengan demikian, dalam dua bulan terakhir, non-farm payroll AS sudah naik sekitar 147.000. "Emas akan tertekan karena data terbaru ini membuka peluang penguatan dollar AS lebih lanjut," jelas Suluh.
Analis PT Central Capital Futures, Wahyu Tri Wibowo menambahkan, setidaknya dalam jangka pendek dan menengah, harga emas sulit menguat dalam waktu yang panjang.
Soalnya, emas bakal terus dibayangi rencana Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga acuan. "Data non-farm payroll AS yang bagus bisa menjadi sinyal The Fed bakal segera menaikkan suku bunga," ujar Wahyu.
Untuk itu, Wahyu memprediksi, harga emas pekan ini bakal terkoreksi di kisaran US$ 1.200-US$ 1.285 per ons troi. Tren koreksi emas juga bisa terbaca dari beberapa indikator teknikal.
Suluh bilang, indikasi koreksi terlihat lantaran harga emas berada di bawah Moving Average (MA) 50 dan 100. Moving Average Convergence-Divergence (MACD) yang di posisi minus 430 turut menguatkan potensi koreksi.
Relative Strength Index (RSI) juga di area negatif 38%. Sementara indikator stochastic di area 41% yang mengindikasikan koreksi tapi masih dalam rentang terbatas. Pekan ini, Suluh merekomendasikan jual emas di kisaran US$ 1.228-US$ 1.251 per ons troi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News