Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Segmen emas memoles kinerja PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) semakin mengilap. Penjualan produk emas menjadi kontributor terbesar terhadap total penjualan bersih Aneka Tambang per akhir September 2021.
Segmen emas mencatatkan penjualan sebesar Rp 17,67 triliun atau 67% dari total pendapatan. Pendapatan dari segmen emas naik 36,11% dari penjualan emas di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 12,98 triliun.
Sebagai perbandingan, ANTM membukukan pendapatan senilai Rp 26,47 triliun, naik 46,78% dari pendapatan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 18,03 triliun.
Dari sisi volume, ANTM mencatatkan penjualan emas sebanyak 19.871 kilogram (kg) atau setara 638.867 t.oz sepanjang sembilan bulan pertama 2021. Angka ini naik 34% dibandingkan capaian penjualan per kuartal III-2020 sebesar 14.876 kg (478.275 t.oz).
Baca Juga: Simak rekomendasi saham saat IHSG diprediksi kembali melemah hari ini (15/11)
Dari sisi produksi, volume produksi emas dari tambang Pongkor dan Cibaliung sebesar 1.162 kg atau 37.359 t.oz. Realisasi ini menurun 9,14% dari produksi emas sepanjang sembilan bulan pertama 2020 sebesar 1.279 kg atau 41.121 t.oz.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Samuel Glenn Tanuwidjaja menilai, harga emas global akan tetap stabil sampai Juni 2022. Proyeksi ini dengan melihat investor global yang cenderung beralih ke safe haven assets saat volatilitas stock market meningkat. Setidaknya ada dua sentimen yang akan mempengaruhi harga emas ke depan.
Pertama, tapering yang dilakukan Federal Reserve. Ketika tapering dimulai, kebijakan ini akan mengurangi likuiditas di sektor finansial global. Hal tersebut mempersempit ruang lending activity global banks terhadap korporasi-korporasi di negara maju, sehingga membuat harga saham-saham korporasi cenderung turun. Nah, emas menjadi aset yang cukup resisten dari sentimen pengurangan stimulus global tersebut.
Baca Juga: Kinerja keuangan membaik, saham-saham blue chips akan jadi penggerak indeks
Kedua, kenaikan pertumbuhan inflasi. Sebagaimana diketahui, data terakhir mencatat inflasi Amerika Serikat (AS) periode Oktober 2021 naik lebih tinggi di luar ekspektasi konsensus, sehingga menimbulkan kecemasan bahwa harga barang-barang dan jasa akan semakin bertumbuh.
Hal ini mengakibatkan sebagian daya beli (purchasing power) konsumen semakin berkurang. Secara psikologis, investor cenderung membeli emas, dimana exchange value-nya lebih resisten terhadap inflasi, sama seperti nilai tanah atau properti.
“Sentimen ini terhadap ANTM cukup vital efeknya, karena 70% sumber pendapatan berasal dari penjualan emas. Ketika harga emas global naik, harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) ANTM cenderung naik,” terang Glenn kepada Kontan.co.id, Senin (15/11).
Glenn memproyeksi outlook harga emas COMEX kembali ke level US$ 1.800-US$ 1.830 per troy ounce di 2022.
Sentimen lainnya adalah secara historis, permintaan emas cenderung naik menjelang bulan-bulan perayaan seperti Desember atau Januari. Perayaan-perayaan seperti tahun baru, tahun baru kalender lunar (Imlek) dan festival Diwali di India biasanya menggunakan emas sebagai hadiah acara-acara penting.
Selanjutnya: Kinerja keuangan membaik, saham-saham blue chips akan jadi penggerak indeks
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News