Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Goldman Sachs memprediksi, harga emas di pasar spot berpeluang mencapai US$ 2.000 per ons troi karena inflasi yang meningkat. Potensi kenaikan inflasi ini didorong oleh kebijakan moneter dan fiskal yang super ekspansif.
Apalagi, kebijakan tersebut dikombinasikan dengan konsumsi yang kuat serta adanya kemungkinan kondisi ketenagakerjaan yang terus membaik. Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot pada perdagangan Rabu (10/6) ditutup di level US$ 1.733,68 per ons troi.
Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu mengatakan, melesatnya harga emas dapat menguntungkan emiten pertambangan emas di Indonesia, seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Terlebih lagi, ketiga emiten di atas mayoritas menjual produksi emasnya ke pasar ekspor.
Baca Juga: Aneka Tambang (ANTM) batal merealisasikan buyback saham
Meskipun begitu, menurut Dessy, MDKA dan PSAB akan lebih banyak mendulang keuntungan. "Produk utamanya adalah komoditas emas sehingga lebih sensitif terhadap kenaikan harga emas," kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (11/6).
Berbeda dengan ANTM yang memiliki diversifikasi produk di luar emas, seperti feronikel, bijih nikel, dan bijih bauksit. Sebagai informasi, penjualan emas ANTM berkontribusi sebesar 69% dari total pendapatan 2019 yang mencapai Rp 32,55 triliun.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Dessy melihat, saham MDKA dan PSAB akan lebih cepat terpengaruh saat harga emas meningkat, sedangkan ANTM bakal agak tertinggal.
Baca Juga: Tengah hari, harga emas koreksi tipis ke US$ 1.732,39 setelah aksi profit taking