Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas kembali menjadi sorotan setelah mencapai rekor tertinggi baru di kisaran US$ 2.770 per ons troi pada perdagangan hari Selasa (29/10). Kenaikan harga emas dipicu oleh melonggarnya sektor tenaga kerja Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data terbaru dari Survei Lowongan Kerja dan Perputaran Karyawan (JOLTS) AS, menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja di Amerika Serikat mulai menunjukkan tanda-tanda pelonggaran, yang mana lowongan pekerjaan mencapai angka 7,44 juta di bulan September, lebih rendah dari perkiraan yang mencapai 8 juta.
Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha mengatakan, penurunan angka lowongan pekerjaan AS menambah kekhawatiran akan melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika. Sehingga, dapat meningkatkan kemungkinan Federal Reserve (The Fed) untuk segera menurunkan suku bunga.
Baca Juga: Harga Emas Spot ke US$2.779,39 Jelang Tengah Hari Rabu (30/10), Rekor Tertinggi
"Kebijakan suku bunga yang lebih rendah dianggap menguntungkan emas karena aset ini tidak memberikan bunga, sehingga lebih menarik saat imbal hasil aset lain melemah," jelas Nugraha dalam risetnya, Rabu (30/10).
Dengan adanya tekanan inflasi yang lebih rendah, peluang bagi bank sentral, termasuk The Fed, untuk menurunkan suku bunga semakin besar. Bagi emas, yang merupakan aset yang tidak membayar bunga, kondisi suku bunga rendah akan semakin meningkatkan daya tariknya bagi para investor.
Selain data tenaga kerja, Andy melanjutkan, harga emas juga mendapat dukungan dari penurunan harga minyak mentah. Harga minyak global mengalami penurunan signifikan, dengan harga Brent jatuh sekitar 6% pada hari Senin.
Penurunan harga minyak didorong oleh laporan bahwa Israel hanya menyerang target militer di Iran, sehingga instalasi minyak dan nuklir Iran tetap aman dari serangan. Harga minyak yang lebih rendah berpotensi mengurangi tekanan inflasi global, karena bahan bakar merupakan salah satu komponen utama dalam biaya produksi dan transportasi.
Andy menambahkan, ketegangan geopolitik juga memperkuat arus safe haven ke emas. Konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah serta eskalasi perang di Ukraina telah memicu sentimen ketidakpastian di kalangan investor.
Terlebih lagi, berita bahwa Korea Utara telah mengirim pasukan untuk mendukung Rusia dalam konflik Ukraina menambah tekanan di pasar global. Kondisi geopolitik yang penuh ketidakpastian ini meningkatkan daya tarik emas sebagai aset yang relatif aman dalam situasi krisis.
Menurut Andy Nugraha, konflik yang berlarut-larut di kawasan Timur Tengah dan ketegangan yang semakin memanas di Eropa Timur akan terus mendukung permintaan emas sebagai aset safe haven.
"Investor saat ini mengalihkan sebagian besar portofolio mereka ke emas sebagai langkah antisipasi dari kemungkinan eskalasi lebih lanjut di kawasan tersebut," jelasnya.
Mengutip Bloomberg, Rabu (30/10) pukul 12.48 WIB, harga emas (XAU/USD) berada di level US$ 2.783,52 per ons troi. Harga emas terpantau menguat sekitar 0,32% dari sehari sebelumnya yang ada di US$ 2.774,74 per ons troi.
Baca Juga: Harga Emas Spot ke US$2.779,39 Jelang Tengah Hari Rabu (30/10), Rekor Tertinggi
Andy mencermati, berdasarkan indikator Moving Average yang saat ini terbentuk, tren bullish emas semakin menguat. Potensi kenaikan bagi emas pun masih terbuka hingga ke level US$ 2.800. Namun, jika terjadi pembalikan arah (reversal), kemungkinan emas akan mengalami koreksi hingga ke target terdekatnya di US$ 2.763.
"Dengan berbagai faktor yang mendukung, emas berpotensi mencapai level US$ 2.800 pada perdagangan hari ini, terutama jika tren bullish dapat dipertahankan," imbuhnya.
Andy menekankan, pergerakan emas hari ini sangat bergantung pada respons pasar terhadap berbagai data ekonomi, serta perkembangan terkini dari ketegangan geopolitik.
Investor masih akan menantikan rilis data pekerjaan AS untuk bulan Oktober pada hari Jumat (1/11), yang dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai kondisi pasar tenaga kerja dan potensi kebijakan suku bunga dari The Fed.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News