Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) diramal masih prospektif. Penurunan harga crude palm oil (CPO) dan kenaikan biaya pupuk tidak menyurutkan mekarnya pertumbuhan bisnis TAPG.
Pada periode Januari-September, TAPG mampu mempertahankan tren kinerja yang positif. Secara tahunan, TAPG berhasil raup lonjakan pendapatan 51,5% year-on-year (YoY ) menjadi Rp 6,75 triliun.
Rinciannya, penjualan minyak kelapa sawit (CPO) dan Palm Kernel (PK) alias inti kelapa sawit tumbuh 53,10% yoy menjadi Rp 6,70 triliun. Sedangkan, penjualan tandan buah segar (TBS) turun 64,01% secara tahunan menjadi Rp 57,55 miliar.
Analis Henan Putihrai Sekuritas Alroy Soeparto menilai bahwa salah satu pemicu melesatnya penjualan karena ada lonjakan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) CPO sebesar 52% YoY menjadi Rp 6.746 per kilogram.
Dengan begitu, berdampak pula pada EBITDA dan laba bersih TAPG yang masing-masing melonjak 145,1% dan 217,4% YoY menjadi Rp 2,64 dan Rp 2,34 triliun. Alroy bilang, meski produksi CPO dan Palm Kernel sedikit menurun karena siklus musiman selama kuartal ketiga, TAPG memiliki peluang baik.
Baca Juga: Triputra Agro Persada (TAPG) Optimistis Cetak Pertumbuhan Signifikan Tahun Ini
Untuk diketahui, pendapatan emiten grup Triputra ini memang terpantau merosot 12,1% secara kuartalan menjadi Rp 2,13 triliun selama kuartal ketiga 2022.
Pendapatan turun imbas lesunya produksi CPO dan Inti Kelapa Sawit (PK) masing-masing turun sebesar 2,6% dan 2,7% secara kuartalan menjadi 265.000 ton dan 56.000 ton. ASP CPO juga turun 26% menjadi Rp 10.223 per kg.
Akibatnya, laba bersih di kuartal ketiga TAPG ikut turun 38,5% secara kuartalan menjadi Rp 557,4 miliar. Hal ini ditengarai sebagai dampak meningkatnya cost of goods sold (COGS) yang lebih tinggi terutama didorong oleh melonjaknya biaya pupuk sebesar 20% menjadi Rp 114 miliar.
Alroy melihat dari sisi produksi bukan menjadi masalah berkepanjangan. Sebab, TAPG memiliki pohon-pohon yang berumur prima, sekitar 78% dari 160.109 hektare (ha) total area yang ditanami berada dalam usia matang yakni kisaran 7-20 tahun.
"Karena itu, TAPG memiliki potensi volume produksi yang lebih tinggi untuk mengimbangi penurunan ASP," ucap Alroy kepada Kontan.co.id, Kamis (17/11).
Baca Juga: Sektor Perkebunan Tumbuh Positif, Berikut Rekomendasi Saham Emiten CPO
Analis CGS CIMB Sekuritas Peter P. Sutedja dalam riset tanggal 26 Oktober 2022 mencermati harga jual rata-rata CPO tahun ini masih akan didukung oleh penghapusan pungutan ekspor.
"Keputusan pemerintah untuk menghapus pungutan ekspor CPO sejak 15 Juli yang diperpanjang hingga akhir-tahun 2022 dianggap bisa terus mendukung harga CPO domestik karena membuat ekspor CPO Indonesia lebih kompetitif," tulis Peter dalam riset, (26/10).
Di sisi lain, tekanan biaya dari pupuk baru akan terlihat sepenuhnya tahun depan. Serta, langkah TAPG yang mengamankan harga pupuk tahun ini, diharapkan bisa mengelola setiap kenaikan biaya dengan baik pada kuartal selanjutnya.
Analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa tanggal 25 Oktober 2022 menjelaskan, harga CPO global mengalami koreksi sebesar 38,5% secara kuartalan menjadi rata-rata RM 3.971 per ton di kuartal ketiga 2022 karena penumpukan persediaan menjelang akhir tahun.
Baca Juga: Triputra Agro Persada (TAPG) Bukukan Laba Cermerlang, Ini Faktor Pendorongnya
Namun demikian, harga rata-rata CPO selama periode sembilan bulan tahun ini masih menguat 24,1% YoY pada RM 5.497 per ton. Ciptadana Sekuritas memperkirakan harga CPO global hingga akhir tahun sebesar RM 5.200 per ton dengan prakiraan produksi TAPG tahun ini sebesar 3,36 juta ton TBS dan 974.000 ton CPO.
Secara kumulatif sampai kuartal ketiga 2022, produksi TBS milik TAPG tumbuh 18,5% YoY menjadi 2,71 juta ton. Serta, produksi CPO tumbuh 16,1% YoY menjadi 759.000 ton.
"Kinerja produksi TAPG masih relatif sejalan dengan proyeksi kami," imbuh Yasmin dalam riset.
Yasmin mempertahankan rekomendasi beli TAPG dengan target harga Rp 1.290 per saham. Peter merekomendasikan add saham TAPG dan menaikkan target harga hingga akhir tahun 2023 menjadi Rp 930 per saham. Sementara, Alroy merekomendasikan beli dengan target harga tidak berubah Rp 850 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News