kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga CPO rontok, laba Lonsum bisa tergerus


Selasa, 25 Agustus 2015 / 07:07 WIB
Harga CPO rontok, laba Lonsum bisa tergerus


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kinerja PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) disinyalir masih lesu hingga penghujung tahun ini. Perusahaan perkebunan sawit milik Grup Salim ini sulit menangkis tantangan utama, yaitu jebloknya harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO).

Mengutip Bloomberg, Senin (24/8), harga CPO pengiriman November 2015 di Malaysia Derivative Exchange melorot 3,52% ke level RM 1.916 atau setara US$ 448,71 per ton. Ini harga termurah sejak 2013. Sepanjang tahun ini, harganya sudah terpangkas 13,46%.

Agustinus Reza Kirana, analis Bahana Securities menilai, koreksi harga CPO menjadi tantangan utama LSIP. Perkiraannya, hingga akhir tahun, harga minyak sawit cenderung flat di kisaran US$ 600 - US$ 635 per ton. Ini lebih rendah dari perkiraan awal, yakni US$ 690 per ton.

Apalagi Agustinus menduga, produksi CPO pada semester II akan meningkat dibandingkan semester I. Jika suplai domestik meningkat, pergerakan harga CPO akan sangat tergantung pada permintaan dari China dan India.

Sementara, di dalam negeri, kewajiban penggunaan campuran biofuel sebesar 15% pada bahan bakar solar alias biodiesel 15% belum berdampak besar dalam mengerek permintaan. Menurut Agustinus, target biodisel yang dipatok pemerintah tahun ini sebesar 1,5 juta kilo liter.

Dengan komposisi minyak nabati CPO 15%, kebutuhan minyak sawit 225.000 liter. "Itu hanya sekitar 200.000 ton CPO, jadi dampaknya sangat kecil terhadap peningkatan permintaan," jelasnya.

Analis Ciptadana SecuritiesAndre Varian sependapat. Menurutnya, kewajiban biodiesel 15% tidak memberikan sentimen positif bagi industri CPO dalam jangka pendek. Justru, kebijakan menerapkan CPO supporting fund (CSF) untuk mendukung program biodisel bisa menurunkan ekspor.

Sekadar mengingatkan, melalui CSF, perusahaan perkebunan sawit wajib menyetor dana US$ 50 per ton untuk CPO dan US$ 30 per ton untuk produk turunannya ketika mengekspor dengan harga US$ 750 per ton ke bawah. Itu sebabnya, Andre mengatakan, kebijakan campuran biodisel 15% tidak akan mampu mendorong kinerja LSIP, apalagi di tengah koreksi harga minyak sawit.

Ia menduga, harga CPO masih cenderung turun hingga akhir tahun ini dengan harga rata-rata RM 2.050 per ton.

Memangkas target laba

Rontoknya harga minyak sawit menyebabkan Agustinus memangkas proyeksi laba bersih LSIP tahun ini dari semula Rp733 miliar menjadi Rp 731 miliar. Ia juga memangkas target harga LSIP dari Rp 1.500 menjadi Rp 1.450 dengan rekomendasi buy.

Andre juga memperkirakan, koreksi harga CPO akan menyebabkan laba bersih LSIP di bawah estimasi saat ini, yaitu Rp 701 miliar. Kendati demikian, ia masih menyarankan buy saham LSIP dengan target harga Rp 1.545. Katanya, harga saat ini sudah merefleksikan penurunan harga CPO.

Analis MNC Securities sarlita Malik menduga, penurunan harga CPO akan signifikan menekan penjualan LSIP. Perkiraan dia, jika harga CPO di kisaran RM 2.000, laba emiten ini akan ikut tergerus. Maka, Sarlita merekomendasi wait and see saham LSIP. “Kita masih menunggu adanya El Nino yang bisa membantu kinerja LSIP,” ujarnya.15% tidak signifikan mengerek permintaan CPO Kutipan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×