Reporter: Nadya Zahira | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga jual ayam hidup di tingkat peternak saat ini masih anjlok, yaitu hanya sekitar Rp 16.000-17.000 per kilogram. Padahal, rata-rata biaya produksi sudah mencapai Rp 20.500-Rp 21.500 per kilogram.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengatakan, anjloknya harga ayam merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kinerja para emiten peternakan. Kinerja emiten pakan ternak akan tergantung pada fluktuasi harga jual produk dan harga beli bahan baku.
“Jika harga harga ayam terus anjlok maka kinerja emiten pakan ternak diprediksi akan turun pada tahun ini,” ujar dia kepada Kontan.co.id, Kamis (25/1).
Pandhu menjelaskan, secara umum lesunya harga jual ayam dan kenaikan harga jagung lokal akan menekan kinerja emiten pakan ternak hingga kuartal keempat tahun lalu. Sedangkan secara historis, harga ayam biasanya akan mulai membaik menjelang bulan Ramadan.
Baca Juga: Peternak Keluhkan Pasokan Bahan Pakan Ternak yang Minim
“Artinya, untuk tahun ini kita estimasi bulan Maret sudah mulai pulih dan diharapkan dapat memperbaiki profitabilitas para peternak,” kata Pandhu.
Pandhu mengatakan, outlook emiten poultry masih relatif berat hingga saat ini. Rekomendasi saham untuk emiten pakan ternak cenderung wait and see.
“Tunggu hingga kondisinya membaik. Minimal mulai terlihat harga jagung mulai normal dan harga ayam mulai meningkat,” kata dia.
Namun, dia mengatakan bagi para investor yang ingin mulai mencicil investasi untuk jangka panjang, sebenarnya secara valuasi saat ini emiten pakan ternak juga sudah mulai menarik.
“Untuk jangka panjang cicil beli atau buy on weakness, sedangkan untuk trading belum menarik,” kata dia.
Baca Juga: Harga Pakan Melambung, Gopan Khawatir Stok Daging Ayam Terganggu
Sementara itu, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi Riawan mengatakan, emiten pakan ternak tahun ini memang menghadapi tantangan akibat gejolak harga bahan baku pakan, terutama kedelai yang lebih banyak diimpor. Ada pula permintaan ayam yang belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi Covid-19.
“Harga ayam yang anjlok juga berpengaruh pada kinerja emiten pakan ternak, karena menurunkan daya beli peternak,” ujar Reza kepada Kontan.co.id, Kamis (25/1).
Reza menyebutkan, bahwa berdasarkan data yang didapatkannya, kinerja emiten pakan ternak seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) pada 9 bulan pertama tahun 2023 cenderung bervariasi, tetapi umumnya mengalami penurunan laba bersih dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022.
Namun, menurut dia, secara kuartalan, kinerja mereka cenderung membaik, terutama untuk JPFA dan MAIN. Alhasil, prospek emiten pakan ternak untuk tahun 2024 diprediksi bisa lebih baik dari tahun sebelumnya jika harga ayam mengalami pemulihan dan tidak anjlok.
Baca Juga: Produksi Jagung Diprediksi Masih Mengalami Penurunan di Awal 2024
Penguatan nilai tukar rupiah juga akan meringankan beban biaya bahan baku pakan. Tahun 2023 dianggap sebagai titik terendah bagi emiten pakan ternak, sehingga tahun 2024 diharapkan bisa mengalami lonjakan pendapatan.
“Jadi diharapkan harga ayam bisa mulai naik lagi, agar bisa meningkatkan kinerja emiten pakan ternak,” kata dia.
Dia merekomendasikan saham JPFA karena memiliki potensi menguat ke level Rp 1.700 hingga Rp 1.750. Sedangkan untuk saham CPIN direkomendasikan hold dengan target harga Rp 7.300, dan saham MAIN direkomendasikan buy dengan target harga Rp 930.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News