Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Harga aluminium kembali melemah pada akhir pekan lalu. Pelemahan harga ini lebih karena faktor teknikal, karena tren harga aluminium memang sudah cenderung melemah. Padahal secara fundamental, permintaan aluminium tengah meningkat.
Harga aluminium untuk kontrak pengiriman bulan Februari 2014 di London Metal Exchange (LME), Jumat pekan lalu (22/11), turun 0,17% menjadi US$ 1.782 per ton.
Rusal Plc, perusahaan asal Rusia yang merupakan produsen aluminium terbesar di dunia menyatakan telah mendapat penawaran pengiriman aluminium untuk Januari-Maret ke Jepang dengan harga US$ 270 per ton di atas harga pasar dan ini merupakan rekor penawaran tertinggi. Jepang yang merupakan importir premium setuju untuk membayar melebihi harga London Metal Exchange.
"Alasan mengapa kami mendapatkan harga penawaran yang lebih tinggi pada karena ekspektasi suplai aluminium berkurang, sementara permintaan di ASEAN, Jepang, dan Taiwan meningkat," ujar Geoff Watson, Direktur Penjualan Asia Rusal.
Apalagi, cadangan terganggu dengan berhentinya tambang di Arab Saudi untuk sementara. Selain itu, perjanjian antara Jepang dengan pemasok aluminium di Indonesia sudah selesai.
"Pertumbuhan permintaan aluminium akan meningkat pada kuartal ini," ujar Koji Iida, Kepala Statistic Asosiasi Aluminium Jepang seperti dikutip Bloomberg. Ini karena Pemerintah Jepang akan meningkatkan pajak penjualan mobil. "Sebelum pajak naik April 2014 mendatang, penjualan mobil akan terus meningkat," kata Iida.
Wahyu Tri Wibowo, analis PT Megagrowth Futures mengatakan, secara umum tren harga aluminium masih melemah hingga mencapai bottom mendekati US$ 1.770 per ton. Jika sampai terjadi break di harga itu, maka harga bisa berlanjut hingga US$ 1.500 per ton. Namun, bila sudah menyentuh US$ 1.800, maka pergerakan aluminium akan cenderung konsolidasi.
Menurut Wahyu, secara teknikal, harga aluminium sudah di area oversold. Relative strength index (RSI) sudah berada di 35 yang berarti oversold. Begitu juga dengan indikator stochastic yang sudah berada di level 18 cenderung melemah. Indikator moving average convergence divergence juga di area negatif.
Karena itu, Wahyu memproyeksikan, harga aluminium akan melemah dalam sepekan ke depan. Namun, dalam jangka pendek masih akan cenderung konsolidasi. Wahyu memperkirakan, harga aluminium akan bergerak di kisaran US$ 1.700-US$ 1.830 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News