Reporter: Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Data-data ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China yang menunjukkan perbaikan tak sanggup menopang harga komoditas, termasuk aluminium. Kejatuhan harga aluminium lebih dalam ketimbang komoditas lainnya.
Mengutip Bloomberg, harga aluminium untuk pengiriman tiga bulan ke depan di London Metal Exchange per 12 November turun 0,49% menjadi US$ 1.800 per ton dibanding hari sebelumnya. Penurunan aluminium ini mengikuti kejatuhan harga komoditas lain seperti emas, minyak, tembaga, nikel dan timah. Namun, koreksi harga tersebut masih dalam tahap wajar.
Tapi, harga aluminium tertekan cukup dalam. Harga satu logam industri ini turun 13,17% sejak akhir 2012 lalu.
Analis PT Megagrowth Futures, Wahyu Tribowo Laksono menjelaskan, setelah cukup lama tertekan di semester I-2013, harga aluminium menunjukkan tanda-tanda rebound pada akhir Oktober 2013. Saat itu, harga aluminium bergerak mendekati level US$ 1.900 per metrik ton. Setelah mencapai posisi puncak, harga komoditas ini kembali terkoreksi dan menyentuh level US$ 1.840 per metrik ton.
Hingga kini, harga aluminium terlihat membentuk pola bearish jangka pendek. "Faktor utama yang menyebabkan anjloknya harga aluminium dan komoditas lain adalah penguatan dollar AS," ungkap Wahyu, Rabu (13/11).
Menurut Wahyu, data-data ekonomi AS tidak cukup kuat memulihkan harga aluminium. Beberapa data ekonomi China pun tidak berpengaruh signifikan mengangkat harga aluminium.
Pertumbuhan produksi industri China yang naik dari 10,2% menjadi 10,3% lebih dari ekspektasi di angka 10,1%.. Sementara, data perdagangan China surplus dari US$ 15,2 miliar menjadi US$ 31,1 miliar. Pencapaian ini juga lebih positif dibanding prediksi sebesar US$ 23,5 miliar. "Tampaknya penguatan dollar AS lebih dominan. Selain itu, ancaman pengurangan stimulus moneter turut menekan harga komoditas," tambahnya.
Dilihat dari cadangan, lanjut Wahyu, stok aluminium di London Metal Exchange turun 9.000 ton menjadi 5,3 juta ton. Meski sedang mengalami tekanan, Wahyu menilai, harga aluminium belum berpotensi melanjutkan bearish. Pergerakan harga aluminium masih konsolidasi di level bawah.
Dari sisi teknikal, harga sudah jenuh jual sejak akhir Oktober. Wahyu menduga, skenario terburuk, pelemahan aluminium bisa berlanjut ke level US$ 1.500 per metrik ton. Sepekan ke depan, support aluminium berada pada US$ 1.770 per ton. Level kuat resistance berada pada US$ 1820 per ton.
Hingga akhir tahun, support harga aluminium diperkirakan menyentuh level US$ 1.800 per ton. Adapun, resistance kemungkinan di kisaran US$ 1.900 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News