Reporter: Benedicta Prima | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak Rabu (12/8/2020), PT Hanson International Tbk (MYRX) telah dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga pada pengadilan negeri Jakarta Pusat.
Tak hanya itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga telah mensuspensi saham MYRX dalam enam bulan terakhir, dan masa suspensi akan mencapai dua tahun pada 16 Januari 2022.
Menanggapi kondisi pailit Hanson International, Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menjelaskan bahwa dalam kondisi saat ini, investor sulit mencari jalan keluar kecuali aturan mengenai disgorgement sudah dapat diterapkan.
Baca Juga: Masuk PKPU, utang PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY) Rp 40 miliar
Disgorgement adalah bentuk upaya OJK memberi perintah kepada pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undanganan di bidang pasar modal untuk mengembalikan uang sejumlah keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang dihindari secara tidak sah alias melawan hukum.
Adapun aturan ini sedang dalam tahap finalisasi dan ditargetkan bisa rampung tahun ini. "Aturan seperti itu harus segera diterapkan supaya tidak bisa kabur, harus dibayar kewajibannya," jelas Teguh, Minggu (30/8).
Teguh menafsirkan total dana yang telah dihimpun oleh Hanson International baik melalui investor saham maupun nasabah pinjaman yang sempat disemprit OJK awal tahun kemarin mencapai Rp 20 triliun.
Baca Juga: Satu Lagi Perusahaan Milik Benny Tjokro Resmi Menyandang Status PKPU
Sedangkan berdasarkan data laporan keuangan di kuartal III-2020 nilai aset Hanson International tercatat sebesar Rp 12,9 triliun. Terdiri dari aset lancar Rp 1,19 triliun dan aset tidak lancar senilai Rp 11,71 triliun.
Sementara itu, dari catatan Kontan, Kejaksaan Agung telah memblokir 458 aset tanah milik Hanson International terkait kasus Jiwasraya.
Masalah Hanson International bertambah rumit dengan adanya investor institusional besar yang juga tersandung saham MYRX, seperti Emco Asset Manajemen. Perusahaan tersebut gagal bayar investasi reksadana, yang ternyata dalam portofolionya terdapat saham grup milik Benny Tjokro.
Dengan kondisi tersebut, Teguh menilai investor yang secara mandiri meletakkan dananya di saham MYRX tetap harus menanggung risikonya.
Baca Juga: Tergiur Bunga Tinggi, Ribuan Nasabah Koperasi Gigit Jari
Teguh juga menjelaskan saat ini investor dalam kondisi sulit mengingat penyelesaian dari Hanson International sampai saat ini masih buntu dan fokusnya justru beralih ke kasus Jiwasraya.
Di sisi lain, OJK juga tetap harus bertanggung jawab atas risiko-risiko emiten nakal lain yang juga akan timbul lagi di luar kasus Hanson International.
"Tidak bisa menyalahkan nasabah, yang tidak tahu main saham kan masuk ke reksadana tapi ini kenapa ada reksadana yang tidak jelas dan bisa lolos. Kalau bagi kami, begitu lihat laporan keuangannya tidak minat dengan MYRX dan grup Benny Tjokro," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News