Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Rilis data penjualan ritel Inggris tenyata masih belum mampu mengembalikan pesona poundsterling. Meski Amerika Serikat (AS) masih didera tingkat ketidakpastian yang tinggi tetapi mata uang Inggris itu tetap gagal mempertahankan kekuatannya. Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (17/2) pasangan mata uang GBP/USD melemah 0,62% ke level 1,2412 dari hari kemarin.
Padahal di awal sesi perdagangan pound sempat mengungguli dollar AS. Namun setelah dirilisnya indeks kepercayaan konsumen Inggris yang hasilnya dibawah ekspektasi, greenback langsung bangkit.
“Sebenarnya kalau dari Amerika cenderung minim data. Penguatan terjadi lebih karena profit taking dimana dollar AS sudah cukup mencapai level tertingginya,” ujar Alwi Assegaff, PT Global Kapital Investama Berjangka akhir pekan ini.
Sejauh ini menurutnya AS masih diselimuti ketidakpastian akan kebijakan yang akan diputuskan Presiden Trump. Meski politikus partai Republik itu sudah memastikan bakal melakukan reformasi pajak, tetapi hingga kini kebijakan tersebut belum juga dirilisnya. Sementara itu dilain pihak Gubernur Jenderal The Fed, Janet Yellen malah semakin optimis membuka opsi kenaikan suku bunga di bulan April.
“Penguatan dollar AS ini masih tertolong testimoni Yellen yang hawkies,” timpalnya.
Senin (20/2) ini, Alwi memperkirakan pergerakan mata uang GBP/USD akan berbalik menguat karena kegiatan perdagangan di negeri Paman Sam diliburkan. Ditengah kondisi minim sentimen, perdagangan akan bergantung pada sajian ekspektasi pemesanan industri Inggris yang hasilnya diproyeksikan stabil di level 5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News