Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fitch Ratings meyakini peringkat PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yaitu BBB-/Stable dengan anak usahanya yaitu PT Saka Energi Indonesia Tbk yaitu BB/Negatif tetap terhubung dengan kuat. Terutama karena cross-default pada obligasi PGAS dan tingginya risiko bagi PGAS apabila Saka mengalami default.
"Fitch percaya bahwa press release PGAS yang baru saja dikeluarkan mengindikasikan risiko finansial karena pembatasan harga gas dan risiko bagi Saka karena harga minyak yang cenderung lebih rendah," jelas Fitch dalam rilisnya, Rabu (10/6).
Di tengah kondisi tersebut, Fitch menjelaskan bahwa PGAS telah mengkonfirmasi tidak mungkin ada perubahan material atas kemampuan PGAS dalam mendukung anak usahanya tersebut.
Baca Juga: S&P pasang status creditwatch negatif dan pangkas rating PGAS jadi BB
Fitch memiliki outlook negatif pada Saka karena PGAS tidak lagi memandangnya sebagai anak usaha yang sangat strategis. Saka dinilai tidak akan memberikan keuntungan yang signifikan setelah adanya restrukturisasi perusahaan gas dan minyak milik negara.
Di sisi lain, PGAS belum berencana untuk segera mereposisi Saka, termasuk menjual Saka ke induk usaha PGAS yaitu PT Pertamina maupun kepada pihak ketiga serta mencatatkan Saka di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Kami percaya PGAS tetap berkomitmen untuk memberikan dukungan luar biasa kepada Saka jika terjadi kesulitan keuangan sambil mengkaji pilihan yang tersedia," jelas Fitch.
Hal ini didasarkan pada ketentuan cross-default obligasi PGAS yang jatuh tempo tahun 2024 sehubungan dengan Saka yang merupakan anak usaha utama PGAS sehingga memiliki risiko yang signifikan, ada potensi terbatasnya akses pendanaan dan meningkatnya pembiayaan.
Adanya ketentuan cross-default antara PGAS dan induk perusahaan milik negara juga sebenarnya dapat memberi insentif kepada PGAS untuk menghindari default, meski begitu Fitch tidak memperhitungkan dukungan negara untuk mengalir ke Saka.
Saka akan membutuhkan dukungan dari PGAS untuk memenuhi obligasi luar negerinya, karena kas Saka diprediksi jauh lebih rendah daripada obligasinya yang jatuh tempo pada periode 2024. Fitch berpendapat bahwa PGAS akan meminta perpanjangan tenor pada 2021 dan 2022 mengingat keuangan Saka kesulitan di tengah harga minyak yang rendah.
Fitch juga mengharapkan PGAS memiliki rencana pembiayaan kembali untuk membantu Saka membayar kembali wesel senilai US$ 625 jutasetidaknya 12 hingga 18 bulan sebelum tanggal jatuh tempo obligasi 2024. Fitch dapat menilai kembali keterkaitan tanpa hal ini atau jika ada indikasi lain dari komitmen yang melemah dari PGN untuk mendukung Saka.
Fitch kembali menjelaskan penilaian atas hubungan PGAS dan Saka, serta kemampuan PGAS untuk mendukung Saka didasarkan pada Profil Kredit Mandiri PGAS dari bb +, yang diturunkan dari 'bbb-' pada April 2020. Terutama karena tekanan harga yang lebih tinggi dan operasi Saka yang melemah.
Baca Juga: Peluang dari saham PGAS saat new normal
Pada saat itu Indonesia juga mengumumkan peraturan untuk membatasi harga gas pada US$ 6 juta British thermal unit (mmbtu) untuk industri tertentu. Peraturan tersebut juga mensyaratkan biaya pengadaan gas hulu PGAS dikurangi menjadi antara US$ 4-4,5/mmbtu. Fitch telah memperhitungkan margin yang lebih rendah dalam penilaiannya dan memperkirakan margin distribusi rata-rata PGAS turun menjadi sekitar US$ 2/mmbtu pada tahun 2020, dari US$ 2,2 /mmbtu pada tahun 2019.
PGAS mengatakan belum menjual gas pada tingkat tertutup dan menerapkan mekanisme untuk biaya pengadaan yang lebih rendah, tetapi Fitch percaya negara dapat meminta untuk menjual gas pada tingkat tertutup untuk mendukung industri yang sedang berjuang karena pandemi Covid-19, bahkan jika peraturan untuk mengurangi biaya pengadaan tidak sepenuhnya dilaksanakan.
"Namun, kami mengharapkan negara untuk membuat perbedaan dalam biaya pengadaan jika ini terjadi, meskipun dengan penundaan yang akan menyebabkan lonjakan arus modal keluar pada tahun 2020. Hal ini seharusnya tidak mempengaruhi Profil Kredit Mandiri PGAS," jelas Fitch.
PGAS mengatakan biaya pengadaan sekitar 15% dari pasokan yang terdampak yaitu 600 juta kaki kubik gas standar per hari dari Pertamina telah diatur ulang harganya sesuai dengan peraturan. Sisanya belum selesai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News