kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Financial planner ada kode etik, tapi....


Selasa, 25 Februari 2014 / 16:27 WIB
Financial planner ada kode etik, tapi....
ILUSTRASI. Dibintangi Mila Kunis, Luckiest Girl Alive, film terbaru Netflix yang akan tayang hari ini (7/10) memiliki genre misteri thriller yang seru untuk ditonton.


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Berbagai penawaran investasi bodong yang menyeret-nyeret profesi independen financial planning, membuat banyak perencana keuangan gelisah. Celakanya, orang-orang pun baru menyadari profesi yang sudah beroperasi sekitar 2003 dan mengelola dana miliaran bahkan bukan mustahil triliun rupiah itu beroperasi tanpa kode etik, pengawas, dan naungan hukum yang jelas.

Beberapa pengurus di Independent Financial Planners Club, yaitu kumpulan para perencana keuangan independen, melihat sekarang ini saatnya pemerintah membantu untuk segera membuat aturan yang jelas bagi profesi perencana keuangan.

Berikut ini wawancara Kontan dengan Risza Bambang anggota Dewan Kode Etik dan Sertifikasi di Independent Financial Planners Club (IFPC).

Kontan: Kalau nanti independen financial planning dibuatkan kode etik, kira-kira apa saja yang harus diatur?
Risza Bambang: Isi kode etik harus mengatur hubungan financial planner dengan klien, hubungan sesama financial planner, dan hubungan financial planner dengan penyedia produk. Intinya kode etik financial planner adalah kepentingan nasabah di atas segalanya.

Maka financial planner harus punya integritas, jujur, terus terang, objektif, tidak memihak, adil, terbuka, mampu mengelola konflik kepentingan, profesional, kompeten dan mampu dalam pelayanannya, menjaga kerahasiaan info dan data nasabah, sungguh-sungguh dalam memberikan pelayanan.

Kontan: Ditinjau dari etik pada saat seorang financial planner memberikan rekomendasi kepada klien, apakah bisa dikatakan mereka mempunyai konflik kepentingan kalau mereka melakukan investasi di tempat yang sama? Atau hal itu dilihat bagus, untuk membuktikan financial planner bertanggungjawab terhadap investasi yang mereka rekomendasi?
Risza Bambang: Konflik itu adalah jika financial planner mendapat keuntungan dari program yang diikuti oleh klien.

Kontan: Mendapat keuntungan berupa fee kan pak? Kalau keuntungan dari investasi pribadinya enggak apa-apa kan?
Risza Bambang: Fee atau menjadi pemilik perusahaan investasi, kalau beli sendiri sih apa untungnya? Kecuali itu metode penjualan untuk meyakinkan nasabah, tapi financial planner kan tidak berjualan produk

Kontan: Hehe iya juga. Kalau dari lembaga sertifikasi sendiri sebenarnya kan ada kode etik. Lalu bagaimana prosedurnya dari lembaga sertifikasi ini untuk menjaga pemegang sertifikatnya bisa mematuhi kode etik. Apa ada prosedur pengaduan dan hukumannya?

Risza Bambang: Saya tidak tahu prosedur di financial planner Indonesia, memang seharusnya mereka lebih aktif untuk memantau anggotanya.

Kontan: Untuk independent financial planner lebih bagus mana mengacu ke lembaga sertifikasi atau membuat aturan lokal sendiri? Maksudnya membuat kode etik baru yang mengikat semua independent financial planner berdasarkan lokasi operasinya yaitu di Indonesia?
Risza Bambang: Pendapat pribadi saya seharusnya independent financial planner terikat kepada 2 kode etik, sebagai independent financial planner karena profesinya adalah perencana keuangan independen, dan yang umum adalah sebagai pemegang sertifikasi misalnya Certified Financial Planner (CFP), Registered Financial Planner (RFP), Registered Financial Advisers (RFA), Registered Financial Consultant (RFC), Certified Wealth Managers Association(CWMA) dan lainnya.


Kontan: Artinya Independent Financial Planner yang sekarang datang dari macam-macam sertifikasi, minimal terikat dengan kode etik tempat mereka mendapat sertifikasi kan?
Risza Bambang: Ya, asalkan mereka punya sertifikasi atau gelar. Jika tidak maka secara individu bukan anggota Independent Financial Planner Club.

Kontan: Lembaga-lembaga sertifikasi internasional ini punya lembaga dan prosedur untuk menegakkan kode etiknya juga kan Pak? Apa bisa ada sanksi juga?
Risza Bambang: Iya ada semua

Kontan: Tapi prakteknya? Susah berjalan ya?
Risza Bambang: Itu harus ditanyakan kepada yang punya Lembaga Sertifikasinya, saya tidak wewenang untuk komentar.

Kontan: Dalam kondisi profesi di bidang keuangan seperti ini, siapa yang sebaiknya punya wewenang mengatur? Asosiasi atau ikatan profesi sebaiknya berada di bawah siapa Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP), atau siapa?
Risza Bambang: Seharusnya Independent Financial Planner diregulasi oleh OJK atau PPAJP di Kementerian Keuangan. Lalu independent financial planner menjadi asosiasi formal, sehingga regulator dan asosiasi akan menegakkan kode etik, standard praktik dan standard prosedur sebagai dasar bagi pengawasan dan pembinaan bagi independent financial planner.

Kontan: Untuk menjalankannya, apa harus mengubah UU, ada tambahan PP, atau cukup SK dan kemauan dari lembaga yang bersangkutan?
Risza Bambang: Kalau peraturannya maka itu tergantung kepada regulator, yang penting bisa cepat direalisasikan. UU butuh peran parlemen jadi saat ini kayaknya tidak realistis, Perpres, PP, SK Menteri juga tidak realistis karena mereka tinggal menunggu hari. Memang lebih mudah SK OJK atau jika PPAJP maka SK Menkeu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×