Reporter: Benedicta Prima, Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
"Sebenarnya sih bagus, dari sisi investor ada ketenangan. Bagus bagi optimisme investor kalau delisting disuruh buyback karena banyak kasus sebelumnya ada kebingungan kalau delisting sahamnya akan seperti apa," jelas Wisnu, Senin (17/2).
Analis Royal Investius Sekuritas Wijen Pontus menambahkan, selain OJK fokus pada upaya buyback setelah delisting paksa, otoritas perlu memperhatikan nasib investor yang telah memegang saham emiten bermasalah tersebut.
Baca Juga: BEI perpanjang suspensi saham Tiga Pilar (AISA), kenapa?
"Kalau boleh usul sebetulnya diharuskan perusahaan melakukan tender offer. Misal karena sudah pailit, aset yang dia punya diwajibkan untuk dikembalikan ke pemegang saham," jelas Wijen.
OJK jangan sampai membiarkan pemegang saham nyangkut di emiten yang akan delisting tersebut. Pasalnya, emiten yang berpotensi forced delisting ini bakal diperdagangkan di pasar negosiasi. Apabila saham diperdagangkan di pasar negosiasi, saham tersebut bisa langsung turun ke level Rp 1. Wijen menyarankan emiten melakukan tender offer dengan harga minimal Rp 50.
Selain itu, Wijen mengatakan emiten yang telah di-delisting perlu dipastikan untuk tidak bisa mencatatkan kembali (relisting) selama tidak ada perubahan signifikan seperti dari yang rugi menjadi mampu mempertahankan laba dalam jangka waktu beberapa tahun atau mengubah manajemen.
Baca Juga: Kasus-kasus pasar modal mulai meledak, OJK ingin dapat kewenangan lebih
Wijen juga menambahkan OJK perlu meningkatkan perlindungan menyeluruh soal aksi korporasi jangan sampai ada celah untuk mengelabui investor publik.
"Saat aksi korporasi harus diperhatikan fungsinya betul-betul. Kalau dia mau rights issue harus jelas penggunaan dananya untuk apa harus dipastikan eksekusinya bagaimana. Jangan sampai di atas kertas untuk ekspansi tetapi ternyata untuk bayar utang," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News