Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi penggabungan usaha atau merger dan akuisisi (M&A) di sektor telekomunikasi kian ramai. Aksi ini dinilai akan membuat sektor telekomunikasi menjadi lebih efisien.
Dengan adanya merger dari merger PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT) dan Hutchinson 3 Indonesia (H3I), Analis Henan Putihrai Sekuritas, Steven Gunawan, menilai ini akan memberikan dampak positif bagi entitas baru dalam 3 tahun - 5 tahun ke depan, bukan di tahun 2022. Karena dalam penglihatannya, merger PT XL Axiata Tbk (EXCL)-Axis baru memberikan kontribusi positif bagi kinerja keuangan EXCL setelah 4 tahun berjalan.
“Konsolidasi ini membuat peta persaingan bisnis telko bakal semakin efisien. Diperoleh dari penyatuan spektrum, penyatuan pita frekuensi, penggabungan neraca keuangan, penggabungan jumlah pelanggan,” jelas Steven Gunawan kepada Kontan, Jumat (15/10).
Di tengah merger Indosat-Tri ini, menurutnya ada kemungkinan untuk mengalami kendala, misalnya kendala teknis perlunya menyewa menara baru, karena ada spektrum yang harus dikembalikan kepada negara, dan gangguan sinyal akibat penyatuan broadband. Sehingga, ini menurutnya akan menguntungkan Telkomsel dan EXCL, sebagai pemain nomor satu dan nomor tiga.
Baca Juga: Aksi merger dan akuisisi emiten telekomunikasi dinilai positif
Untuk merger antara EXCL-FREN, ia mengamati bahwa hal tersebut belum dapat terkonfirmasi dengan tegas. Dalam pandangannya, apabila merger terjadi, pembahasannya pun akan butuh waktu yang lama.
Sampai akhir tahun, ia melihat kinerja dari emiten sektor telekomunikasi masih ada potensi untuk meraih keuntungan dari kenaikan harga sahamnya. Hal ini menurutnya karena permintaan terhadap paket data seluler maupun internet rumahan masih kuat.
“Kebutuhan permintaan terhadap paket data seluler maupun internet rumahan masih kuat seiring dengan 38% masyarakat Indonesia didominasi oleh kaum Generasi Z dan Milenial yang gemar teknologi-digital,” kata Steven.
Selain itu, hal ini didukung oleh tingkat penetrasi internet Indonesia yang bisa dibilang rendah, hanya 74% dibandingkan dengan Malaysia yang sebesar 84%. Masih adanya potensi kenaikan pengguna e-commerce sebesar 25% compound annual growth rate (CAGR) pada 2019-2025 juga menurutnya memberikan angin segar bagi saham-saham sektor telekomunikasi.
Sentimen transformasi ekosisten ekonomi digital juga akan membawa sektor ini positif, yang dimulai dari kenaikan penetrasi e-commerce, business-to-business (B2B) logistik, dan konten daring media digital.
Baca Juga: Merger akan membuat persaingan di sektor telekomunikasi menjadi lebih sehat
“Kehadiran teknologi 5G juga dapat menopang prospek kebutuhan akan permintaan data internet-seluler. Data seluler kan penopang Pendapatan bagi emiten telekomunikasi,” ujar Steven.
Akan tetapi, Steven melihat beberapa sentimen negatif yang menurutnya masih membayangi sektor telekomunikasi, seperti potensi perubahan regulasi di masa mendatang yang dapat menjadi pemberat sektor ini.