Reporter: Dityasa H. Forddanta | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi penggabungan usaha atawa merger di industri telekomunikasi kian ramai. Setelah merger PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT) dan Hutchinson 3 Indonesia (H3I), kabar merger kembali datang dari PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN).
Melansir Bloomberg, EXCL dan FREN tengah menggandeng penasihat keuangan untuk membahas kemungkinan merger. Dengan penggabungan usaha, keduanya bisa berbagi infrastruktur jaringan.
Group Head Corporate Communication EXCL Tri Wahyuningsih menyebut, isu merger menjadi ranah pemegang saham. Namun, sejak dulu EXCL selalu terbuka untuk menjajaki kemungkinan. "Termasuk aksi konsolidasi dengan pihak manapun," ujarnya kepada KONTAN belum lama ini.
Isu merger sejatinya sudah muncul sejak tahun lalu. Namun, kala itu tidak terjadi kesepakatan karena perbedaan valuasi kedua perusahaan. Namun, kabar merger kembali muncul setelah melihat komitmen para pemegang saham ISAT dan H3I untuk mengendalikan entitas hasil merger.
Presiden Direktur FREN Merza Fachys menjelaskan, perusahaannya selalu terbuka untuk melakukan konsolidasi dan kolaborasi dengan pelaku industri lain. Sebab, kolaborasi ini akan menghasilkan efisiensi operasional bisnis. "Namun, semua pihak harus mendapat benefit yang sama dan tetap menjadikan kepentingan pelanggan sebagai prioritas utama," imbuhnya secara terpisah.
Baca Juga: Menanti hasil evaluasi Kominfo terkait merger & spektrum Indosat Ooredoo-3 Indonesia
Gani, analis Ciptadana Sekuritas menilai, merger berdampak positif untuk sektor telekomunikasi secara umum. Merger juga menjadi salah satu katalis untuk menandingi besarnya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). ISAT dan H3I sudah lebih dulu menempuh strategi tersebut. "EXCL dan FREN menjadi aksi merger paling potensial berikutnya," kata Gani.
Isu merger juga akan membuat harga saham EXCL dan FREN terbang mempertimbangkan ptensi dampak jangka panjang setelah merger. Atas dasar ini, Gani merekomendasikan buy EXCL dengan target harga Rp 3.450 per saham.
Dia menambahkan, entitas hasil merger di tahun pertama umumnya masih fokus pada kombinasi operasional. Kondisi ini biasanya membuat perusahaan harus berbagi kerugian. Situasi ini bakal menguntungkan TLKM.
Namun, setelah entitas hasil merger sudah mampu beradaptasi, persaingan harga tidak akan memburuk. "Merger justru membuka peluang persaingan harga yang lebih sehat, atau minimal stabil," tandas Gani.
Jika kondisi itu tercapai, TLKM bakal lebih mudah untuk memonetisasi bisnisnya. Ini menjadi salah satu alasan Gani merekomendasikan buy TLKM dengan target harga Rp 4.350 per saham. Gani juga merekomendasikan buy saham ISAT. Target harga darinya Rp 8.650 per saham.
Selanjutnya: Simak alasan Moratelindo akuisisi Indo Pratama Teleglobal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News