Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten ramai-ramai menggelar aksi korporasi pemecahan nilai saham atau stock split. Dari sektor pertambangan, ada PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang berencana menggelar stock split dengan rasio 1:5. Namun, perusahaan baru akan menggelar RUPSLB terkait rencana ini pada 29 November mendatang.
Dari sektor swasta, ada PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang memiliki rencana serupa. Rasionya juga sama, 1:5. Rencana ini telah memperoleh persetujuan pemegang saham yang digelar September lalu.
Dari sektor perbankan, aksi korporasi stock split sudah lebih dulu dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). BBRI akhir pekan lalu sudah mulai memperdagangkan saham hasil stock split dengan rasio 1:5.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga sebelumnya melakukan stock split dengan rasio 1:2. Saham lama yang semula bernominal Rp 500 per saham berubah menjadi Rp 200 per saham.
Tak mau ketinggalan, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) memiliki rencana serupa. "Rencananya kami lakukan tahun depan," ujar Rico Rizal Budidarmo, Direktur Keuangan dan Risiko Kredit BBNI, Selasa (14/11).
Namun, rencana ini belum mengerucut pada rasio stock split yang akan digunakan. Rico bilang, pihaknya akan melakukan komparasi dengan stock split perbankan lainnya.
"Kami lihat rata-rata industrinya seperti apa, apakah bisa 1:2 atau seperti apa, kami lihat peers," jelas Rico.
Rico menambahkan, pertimbangan stock split ini murni dari rencana internal perusahaan, bukan dari pemerintah. "Namun, yang paling penting sekarang itu meningkatkan confident investor karena hal ini yang menjadi pertimbangan paling penting," pungkasnya.
Tentu, alasan likuiditas menjadi alasan stock split dilakukan. Tapi, ini bukan satu-satunya alasan. "Alasan lainnya, untuk menjaga harga," ujar David Sutyanto, analis First Asia Capital.
Gambarannya, harga saham sebelum stock split Rp 50 lalu naik hingga ke level Rp 250 per saham. Dalam kondisi seperti ini, mungkin saja harga sahamnya kembali ke level Rp 50 suatu saat nanti.
Tapi, jika stock split dilakukan saat harga di Rp 250 dengan rasio 1:5, maka harga setelah stock split menjadi Rp 50 per saham yang memang level harga tersebut merupakan harga pasar. "Akan sulit untuk harganya kembali ke harga sebelum stock split, malah justru menjadi lebih mudah naik," jelas David.
Hal tersebut akan memudahkan emiten saat melakukan aksi korporasi di masa datang. Itu dari sisi emiten. Sedangkan, sisi investor, hal ini juga menjadi menarik karena kecenderungan harga saham untuk turun menjadi lebih terbatas.
Tapi, lanjut David, stock split tidak membuat valuasi sebuah saham menjadi lebih murah. "Tapi, stock split bisa membuat investor lebih mudah masuk karena harganya lebih terjangkau," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News