Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Dalam hal ini, Pandhu memberikan catatan bahwa momentum buyback saham yang tepat tidak selalu berpedoman terhadap posisi IHSG, melainkan berdasarkan harga saham masing-masing emiten. Meski, koreksi pada IHSG juga mencerminkan pelemahan harga saham pada sejumlah emiten.
"Terutama jika terjadi crash yang mengakibatkan koreksi dalam, tanpa terjadinya perubahan fundamental yang signifikan. Momentum crash gara-gara capital outflow jangka pendek seperti beberapa hari belakangan bisa jadi merupakan momentum yang bagus," tandas Pandhu.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengamini bahwa pergerakan IHSG tidak sertamerta membuat suatu emiten langsung melakukan buyback. Alhasil, semua akan berpulang pada pergerakan masing-masing saham.
Baca Juga: Respons Rilis Data Ekonomi AS, IHSG Melemah 3,17% pada Kamis (12/5)
Mengenai dampak terhadap pergerakan harga, signifikan atau tidaknya akan bergantung pada seberapa menarik saham tersebut dilirik oleh investor. Dalam hal ini, nilai suatu saham akan berpulang pada fundamental dan potensi valuasi emiten di masa mendatang.
Sebab, faktor tersebut berpeluang memberikan capital gain. Hal ini lah yang akan mengundang daya tarik investor, untuk kemudian mendorong kenaikan harga saham dari emiten tersebut.
Jika potensi fundamental dan valuasi bisa lebih tinggi dari saat ini, maka saham tersebut dapat dikategorikan masih undervalued. Dalam deretan saham-saham ini, Nico menyarankan pelaku pasar untuk mencermati BBRI, MIKA, HEAL, ADRO, INTP, SRTG, dan MDKA.
"Kalau ditanya yang undervalued, berarti saham-saham yang masih dikategorikan murah. Kenapa? karena ternyata setelah dihitung valuasinya, saham-saham tersebut berpotensi mengalami kenaikan," sebut Nico.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, M. Nafan Aji Gusta Utama menambahkan, saham dari emiten-emiten yang menggelar buyback bisa dikatakan menarik ketika telah mencermati prospeknya secara jangka panjang. Sedangkan secara teknikal, pelaku pasar bisa memperhatikan area support yang ideal untuk melakukan akumulasi atau trading.
Baca Juga: Menakar Ketahanan IHSG di Tengah Tingginya Inflasi AS
Untungnya, setidaknya hingga akhir 2022, prospek kinerja emiten secara umum masih terbilang positif untuk meningkatkan performa fundamentalnya. Meski diliputi oleh turbulensi ketidakpastian faktor global, namun situasi pasar Indonesia dinilai masih cukup tangguh.
Menimbang kondisi saat ini, Nafan menilai saham MIKA, JPFA, LPPF, BBRI, ADRO dan INTP cukup menarik untuk dicermati pelaku pasar. "(Saham-saham tersebut) memiliki peluang untuk menciptakan sebuah pergerakan harga saham yang akan menjadi uptrend ke depannya," sebut Nafan.
Sedangkan Liza merekomendasikan speculative buy untuk saham PALM dengan mencermati entry level Rp 610 per saham-Rp 600 per saham, average up Rp 880 ke atas, serta target harga di Rp 970 per saham-Rp 1.020 per saham. Kemudian speculative buy saham ROTI dengan target menutup gap Rp 1.340 per saham-Rp 1.400 per saham, dan buy on weakness saham INTP dengan memperhatikan support di Rp 10.000 per saham-Rp 9.900 per saham.
Baca Juga: IHSG Anjlok ke 6.599 pada Kamis (12/5) Diiringi Net Sell Asing di Saham Bank
Sementara itu, Pandhu melihat saham INTP, BBRI, POWR, dan KLBF masih cukup undervalued. Dia pun menyarankan pelaku pasar untuk mencermati saham INTP dan BBRI dengan target untuk 12 bulan mendatang berada di level Rp 12.000 per saham untuk INTP dan Rp 5.000 per saham untuk BBRI.
Selanjutnya, Raditya menjagokan saham MIKA, KLBF, dan INTP dengan target harga masing-masing berada di level Rp 3.000 per saham, Rp 1.850 per saham, dan Rp 12.150 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News