Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir tahun, Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal kedatangan anggota baru. Mulai dari perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan hingga menjalankan bisnis perdagangan kelapa sawit.
Terdapat enam calon emiten yang sudah antre untuk menggelar Initial Public Offering (IPO) di pasar modal Indonesia. Di antaranya PT Jayamas Medica Industri Tbk (OMED), PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk (PRAY), PT Primadaya Plastisindo Tbk (PDPP), PT Citra Borneo Utama Tbk (CBUT), PT Wulandari Bangun Laksana Tbk (BSBK) dan terbaru ada PT Menthobi Karyatama Raya Tbk (MKTR).
Analis Reliance Sekuritas Lukman Hakim menjelaskan, di balik fenomena IPO yang tengah ramai ini, faktor utama ialah calon emiten sedang membutuhkan dana segar untuk mendukung ekspansinya.
Baca Juga: Lepas 2,5 Miliar Saham IPO, Menthobi Karyatama Raya (MKTR) Incar Dana Rp 375 Miliar
"Terlebih jika emiten sudah menjadi perusahaan publik akan lebih banyak dilihat oleh masyarakat," kata Lukman saat dihubungi kontan.co.id, Minggu (16/10).
Secara fundamental, Lukman menilai, calon emiten dengan fokus bisnis pada sektor kesehatan memiliki prospek usaha yang lebih diunggulkan. Sektor healthcare masih cukup bagus seiring langkah pemerintah untuk meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia.
Adapun dari enam calon emiten yang akan listing di BEI, nama PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk (PRAY) dan PT Jayamas Medica Industri Tbk (OMED) layak dicermati. Selain dikenal sebagai salah satu portofolio grup PT Saratoga Investama Tbk (SRTG), Primata Hospital memiliki rekam jejak finansial yang lumayan.
Mengutip prospektus yang dipublikasikan Kamis (13/10), jumlah pendapatan Grup Primaya tersebut pada tahun yang berakhir 31 Desember 2021 adalah sebesar Rp 1,82 triliun, tumbuh 36,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sedangkan, hingga periode yang berakhir tanggal 30 April 2022, PRAY mengantongi pendapatan Rp 481,28 miliar dengan laba periode tahun berjalan sekitar Rp 20,27 miliar.
Menariknya, secara tahunan kinerja pendapatan Grup Primaya lebih besar jika dibandingkan rata-rata pesaing kelompok rumah sakit sejenis di antaranya PT Siloam Hospital Tbk (SILO), PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) serta PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA). Meskipun secara nilai pendapatan masih terlampaui jauh.
Baca Juga: Ada 40 Perusahaan Antre IPO, Ini Sektor-sektor yang Mendominasi
Dari sisi operasional, saat ini Primaya mengelola 15 rumah sakit (RS) yang telah beroperasi di wilayah Pangkalpinang, Depok, Bekasi, Tangerang, Jakarta, Karawang, Sukabumi, Semarang, Palangkaraya, dan Makassar.
Ekspansi selanjutnya adalah pembangunan RS Primaya Kelapa Gading yang ditargetkan beroperasi pada kuartal IV/2023 dan RS Primaya Surabaya ditargetkan beroperasi pada kuartal III/2024.
Senada, PT Jayamas Medika Industri Tbk juga memiliki fundamental bisnis yang cukup solid. Per 31 Maret 2022, aset perusahaan yang bergerak sebagai penyedia alat kesehatan ini mencapai Rp 1,76 triliun. Dimana, sekitar Rp 1,52 triliun merupakan aset lancar.
Per tanggal 30 Juni 2022, OMED memiliki 684 alat kesehatan yang terdaftar di Kemenkes, dimana 501 dari alat-alat yang diproduksi secara lokal dan 25 dari alat-alat kesehatan impor.
Hanya saja, kinerja keuangan OMED tengah dalam tren negatif. Penjualan mereka turun 6,79% secara tahunan menjadi Rp 449,74 miliar hingga 31 Maret 2022.
Namun, Lukman mencermati bahwa prospek usaha calon emiten di sektor healthcare bakal terangkat langkah pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia. Terlihat dari kebijakan APBN tahun 2023 untuk kesehatan naik menjadi Rp 169,8 triliun dari sebelumnya Rp 130,4 triliun pada tahun 2022.
"Kinerja emiten kesehatan memiliki high base yang tinggi ketika pandemi. Kami melihat emiten kesehatan masih punya prospek menarik, melihat sistem kesehatan di Indonesia yang semakin bagus," ucap Lukman.
Selain sektor kesehatan, Lukman menilai, emiten sektor komoditas seperti Crude Palm Oil (CPO) memiliki prospek usaha yang juga menjanjikan.
Dari deretan calon emiten tersebut, ada PT Menthobi Karyatama Raya Tbk (MKTR) yang bergerak dalam bidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit.
"CPO jika melihat harga komoditasnya masih dapat memberikan keuntungan untuk emiten komoditas. Saat ini harga masih berada di sekitar MYR 3.800/ton yang diatas sebelum pandemi," jelas Lukman.
Baca Juga: Ditanya Proses IPO, Begini Respons Pertamina Geothermal Energy
Dalam prospektusnya, MKTR memaparkan bahwa perseroan saat ini memiliki satu perkebunan kelapa sawit dan Pabrik Kelapa Sawit yang berlokasi di Lamandau, Kalimantan Tengah.
MKTR pun memiliki areal untuk industri pengolahan kelapa sawit berupa pabrik yang terdiri dari tanah seluas 417.422 m2, bangunan dan sarana pelengkapan, serta mesin-mesin dan peralatannya.
Areal perkebunan berlokasi di Desa Kujan dan Guci, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, dengan luar areal sesuai izin lokasi seluas ± 12.000 hektar.
Dari luas izin lokasi tersebut, telah diperoleh penguasaan lahan sesuai dengan sertifikat HGU (SHGU) seluas ± 4.372,76 hektar, direncanakan sisa dari luas izin tersebut seluas ± 7.627,24 hektar akan diproses menjadi sertifikat Hak Guna Usaha (HGU).
Dari sisi kinerja finansial, MKTR turut mencatatkan pertumbuhan. Hingga Juni 2022, perusahaaan ini membukukan penjualan sebesar Rp 466,97 juta meningkat dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp 205,15 juta.
Emiten bidang sejenis yakni PT Citra Borneo Utama Tbk (CBUT) juga catatkan hasil positif. Perusahaan ini berhasil meraih peningkatan penjualan menjadi Rp 4,70 juta dengan total aset senilai Rp 2,45 juta per 30 Juni 2022.
Perusahaan yang bergerak dibidang usaha industri hilirisasi kelapa sawit yaitu memproduksi dan menjual produk turunan minyak sawit ini nampaknya juga memiliki prospek usaha cukup bagus ke depannya. Sebab, hubungan afiliasi MKTR dengan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) dapat membantu meningkatkan penjualan.
Di luar itu, proses IPO juga dilangsungkan oleh emiten dari berbagai sektor. Hal tersebut karena perusahaan meyakini prospek kinerja akan jauh lebih baik ke depan sehingga membutuhkan suntikan modal.
PT Primadaya Plastisindo Tbk (PDPP) yang bergerak di Industri Barang dari Plastik untuk pengemasan memiliki kinerja keuangan yang solid. Mereka memiliki jumlah aset sebesar Rp 389,73 miliar, dengan rincian aset lancar senilai Rp 168,16 miliar.
Baca Juga: Proses IPO BUMN Masih Bergulir, Termasuk Pertamina Geothermal Energy
Per 31 Mei 2022, perusahaan ini mencatatkan penjualan senilai Rp 144,72 miliar dengan laba tahun berjalan Rp 11,96 miliar. Angka itu masing-masing telah tumbuh sebesar 7,70% dan 113,22%.
Saat ini, PDPP memiliki fasilitas produksi di 5 (empat) lokasi yaitu di Bandar Lampung, Binjai, Cileungsi, Sukabumi, dan Tangerang, yang memproduksi plastik kemasan dan tissue steril.
PT Wulandari Bangun Laksana Tbk (BSBK) mencetak penjualan sebesar Rp 120,12 juta dengan laba neto tahun berjalan senilai Rp 5,99 juta. Angka itu telah tumbuh masing-masing sekitar 27% dan 123% pada periode yang berakhir 30 Juni 2022. Dari sisi aset, BSBK memiliki Rp 2,26 juta total aset. Sebesar Rp 139 miliar merupakan aset lancar.
BSBK menjalankan kegiatan usaha utamanya sebagai Real Estat yang memiliki dan mengelola kawasan yang dikenal dengan nama Balikpapan Superblock yang merupakan kawasan komersial terpadu dan hunian (superblock) dengan luas 14 hektare. Konsep pengembangan superblok adalah pengembangan properti berskala besar yang terdiri dari ritel, hunian dan area komersial dalam sebuah komplek bangunan.
Perusahaan ini meyakini prospek usaha mereka bakal berjalan baik salah satunya karena perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Perpindahan tersebut akan diharapkan meningkatkan aktivitas-aktivitas kegiatan ekonomi dan juga akan mendorong jumlah populasi yang disebabkan migrasi baik dari para PNS dan Swasta. Sehingga hal ini akan meramaikan pengunjung Restoran, Mall dan Perhotelan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News