Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten masih ramai lakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue. Dengan berbagai keperluan tersendiri, rights issue ditempuh guna mencapai tujuan korporasi yang lebih baik.
Mulai dari emiten sektor bank, sektor barang baku, sektor barang konsumsi nonprimer, sektor energi, sektor transportasi & logistik, serta sektor infrastruktur juga bakal melangsungkan rights issue.
Di antaranya adalah PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), hingga PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menilai, tambahan modal dari right issue, secara umum seharusnya bagus jika dilihat dari sisi emiten. Sebab, dana segar tersebut bisa digunakan untuk ekspansi dan perbaikan struktur modal.
Baca Juga: Rights Issue MITI, Ikhtiar Menggemukkan Mitra Investindo Via Transaksi Pindah Kantong
Pandhu menyoroti ADHI yang dinilai punya prospek bagus dalam aksi right issue. Hal itu lantaran dana yang diincar ADHI bernilai jumbo mencapai Rp 4 triliun dan pula sudah disetujui alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) sekitar Rp 1,9 triliun.
Dilihat dari pencapaian nilai kontrak baru pun cukup positif, dimana hingga saat ini sudah mencapai Rp 17,3 triliun yang artinya sudah mencapai 98% dari target manajemen tahun ini. Kemudian jika dilihat dari pendapatan semester pertama ini mencapai Rp 6,3 triliun, naik 42% secara tahunan.
"Hal ini menunjukkan secara operasional perkembangan ADHI cukup positif," ungkap Pandhu kepada Kontan.co.id, Senin (19/9).
Hanya saja, Pandhu bilang, beban utang yang besar membuat laba operasional ADHI juga tergerus cukup signifikan, sehingga profitabilitasnya masih rendah.
"Untuk itu upaya perseroan memperbaiki struktur permodalan dengan right issue diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, sehingga dapat meningkatkan profitabilitas di masa mendatang," lanjutnya.
Baca Juga: BTN Akan Menekan NPL Hingga 3,3% di Akhir 2022
Dihubungi terpisah, Analis Kanaka Hita Solvera Raditya Krisna Pradana menambahkan bahwa seyogyanya rights issue akan berdampak positif terhadap pergerakan saham emiten karena dapat meningkatkan performa keuangan emiten.
"Suksesnya rights issue tergantung dari performa keuangan perusahaan, salah satu indikatornya adalah rasio utang yang dimiliki perusahaan tersebut," ujar Raditya.
Jika rights issue dilakukan untuk membayar utang saja, maka kurang menarik. Menurut Raditya, sebaiknya dana rights issue digunakan untuk mengembangkan kegiatan usahanya. Seperti diketahui, bahwa beberapa emiten yang menggelar right issue ada yang terbelit hutang.
Adapun, Raditya melihat prospek EXCL dan WSKT menarik untuk dicermati. Sebab, EXCL memanfaatkan dana rights issue untuk memperkuat struktur permodalan dan mengembangkan kegiatan usahanya. Sementara, WSKT menggunakan dana rights issue untuk mengembangkan proyek yang tengah dikerjakan.
Selain itu, Raditya menuturkan, investor pun bisa memanfaatkan peluang rights issue ini agar bisa mempertimbangkan prospek saham emiten terkait untuk ke depannya.
Tentunya dengan menghitung nilai teoretis dari aksi korporasi rights issue yang akan dilakukan agar dapat melakukan analisis apakah overvalued atau undervalued.
Baca Juga: DPR Restui Rights Issue BTN Rp 4,13 Triliun, Termasuk PMN Rp 2,48 Triliun
Menambahkan hal itu, Pandhu menjelaskan bahwa untuk emiten setingkat OASA yang secara model bisnis belum teruji, sebaiknya lebih menarik dimanfaatkan untuk trading jangka pendek saja.
Sebab, saham-saham market cap kecil seperti ini acap kali memiliki pergerakan yang cukup liar ketika ada aksi korporasi terutama right issue seperti ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News