kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Emiten-emiten ini punya ROE tinggi, mana yang layak dicermati?


Senin, 27 September 2021 / 17:07 WIB
Emiten-emiten ini punya ROE tinggi, mana yang layak dicermati?


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu indikator perusahaan dalam menghasilkan laba yang baik adalah return on equity (ROE) yang besar. ROE merupakan rasio keuangan perusahaan yang digunakan untuk melihat profitabilitas perusahaan berdasarkan modal dibandingkan dengan equity/saham yang dimiliki, tanpa melihat faktor dari utang perusahaan.

Saat ini, sejumlah emiten tercatat memiliki ROE yang cukup tinggi, bahkan ada yang di atas 100%. Mengutip data RTI, saat ini rasio ROE tertinggi dipegang oleh PT Siwani Makmur Tbk (SIMA) dengan angka 1.144%, disusul oleh PT Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU) dengan ROE 354,06%.

Sejumlah emiten penghuni Indeks LQ45 juga punya ROE yang tinggi, misalkan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) punya ROE di angka 151,77%. PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dengan ROE 76,80%, dan PT Indosat Tbk (ISAT) dengan ROE sebesar 63,96%.

Baca Juga: Mirae: MAP Aktif Adiperkasa (MAPA) paling diuntungkan dari pembukaan mal

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, ROE masih bisa menjadi salah satu acuan untuk mencari saham. Tetapi, ROE bukan menjadi satu-satunya aspek penentu, yang artinya ada banyak aspek yang menjadi pertimbangan.

Sukarno menyebut, rasio ROE yang tinggi tidak bisa disimpulkan bahwa perusahaan tersebut berkinerja bagus. Investor harus melihat asal dari peningkatan laba bersih tersebut, apakah murni dari hasil bisnis atau hasil menjual aset.

Sukarno mengambil contoh SIMA dan SDMU yang punya rasio ROE yang tinggi. Hal ini karena SIMA dan SDMU punya ekuitas negatif dan laba bersih yang negative, sehingga jika dihitung memang menghasilkan ROE yang tinggi.

Mengutip laporan keuangan, SDMU membukukan ekuitas negatif sebesar Rp 6,93 miliar dengan kerugian bersih mencapai Rp 14,36 miliar per semester I-2021.

Baca Juga: Pusat perbelanjaan mulai ramai, ini emiten yang paling diuntungkan versi Mirae Asset

Saham dengan ROE tinggi bisa dijadikan acuan juga untuk investasi jangaka panjang, tetapi investor harus melihat rasio profitabilitas lainnya juga. Ambil contoh, UNVR yang meskipun punya ROE tinggi, ternyata tren rasio profit marginnya dalam penurunan. Kinerja UNVR, baik pendapatan atau laba bersihnya juga terkontraksi.

Laba bersih UNVR per semester I-2021 tercatat sebesar Rp 3,05 triliun, menurun 15,75% dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 3,62 triliun. Pendapatan UNVR tercatat menurun 7,3% menjadi Rp 20,18 triliun dari sebelumnya mencapai Rp 21,77 triliun.

Analis Erdikha Elit Sekuritas Hendri Widiantoro menilai, UNVR mempunyai ROE yang relatif stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam menggunakan modal/ekuitasnya UNVR cukup efektif dalam menghasilkan laba. Kendati memang secara historikal, return on asset (ROA) yang ditawarkan UNVR kian menurun karena efek liabilitas yang kian meningkat.

Baca Juga: Jurus Jitu Indofood Menguasai Pasar Makanan Ringan

Terlepas dari pertumbuhan ini, Hendri mengamini ada sedikit risiko potensi penurunan pendapatan di kala masih minimnya daya beli masyarakat dan efek pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

“Kinerja UNVR kemungkinan masih tertekan di masa harga komodias seperti CPO dan soybean oil (yang merupakan bahan baku dari UNVR  masih relatif tinggi. Ada faktor karena masih adanya unsur ketidakpastian akibat pandemi dan PPKM yang masih berlanjut,” terang Hendri kepada Kontan.co.id, Senin (27/9). Daya beli masyarakat yang masih tertekan juga masih mempengaruhi kinerja keuangan dari UNVR.

Di sisi lain, saham PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) bisa dicermati. Hendri bilang, meskipun ERAA mempunyai ROA dan ROE yang relatif kecil, performa ROE dan ROA Erajaya dari tahun 2018 hingga sekarang relatif bertumbuh. Saat ini, ERAA memiliki ROE sebesar 19,30%.

Return ERAA juga diperkirakan akan terus meningkat dimana permintaan barang elektronik di tengah pademi relatif tinggi. Hal ini juga disokong oleh ekspansi dan penetrasi pemasaran ERAA yang cukup massif. Ditambah dengan ekspektasi earnings yang masih positif terutama didorong oleh rilis iPhone 13 pada September ini.

Baca Juga: Mirae Asset rekomendasikan trading buy HMSP seiring proyeksi cukai SKT tidak naik

Dibukanya kembali pusat perbelanjaan juga bisa menjadi salah satu katalis bagi emiten ritel seperti ERAA, serta berpotensi mendorong penjualan offline store ERAA. Dampak dari implementasi IMEI serta masih berlanjutnya program bekerja dari rumah (WFH) dinilai Hendri masih akan berlanjut sampai dengan akhir 2021.

Hendri merekomendasikan buy on weakness untuk saham ERAA dengan target harga Rp 830. Sementara itu, dia merekomendasikan hold untuk saham UNVR ketika masih berada di bawah level Rp 4.000. “Namun apabila UNVR terkonfirmasi kuat di atas level Rp 4.000, kami rekomendasikan buy untuk UNVR,” pungkas Hendri.

Sukarno merekomendasikan wait and see untuk saham UNVR. Sebab, tren harga saham emiten barang consumer ini masih dalam kondisi tren bearish, dan belum ada tanda akan kembali transisi menjadi tren bullish kembali. “Tunggu harga menunjukkan sinyal pembalikan arah tren dahulu untuk bisa masuk kembali,” jelas Sukarno kepada Kontan.co.id, Senin (27/9).

Hari ini (27/9), saham UNVR terkoreksi 2,77% ke level Rp 3.860. Sejak awal tahun, saham UNVR telah terkoreksi 47,48%. 

Baca Juga: Emiten Pemberi Imbal Hasil Tinggi Tak Selalu Layak Koleksi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×