kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Emiten CPO mengunduh berkah perang dagang


Jumat, 06 April 2018 / 07:00 WIB
Emiten CPO mengunduh berkah perang dagang
ILUSTRASI. Perkebunan Kelapa Sawit


Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China masih mewarnai pergerakan pasar domestik. Apalagi, China juga berencana mengenakan bea masuk dengan menargetkan produk kedelai, pesawat terbang dan alat berat asal AS.

Kebijakan balasan ini bisa jadi sentimen negatif untuk pasar. Namun, di sisi lain ada beberapa sektor industri yang justru bakal diuntungkan.

Misalnya terkait pengenaan tarif produk kedelai dari AS ke China. Kebijakan ini berpotensi membuat China memilih menggunakan produk crude palm oil (CPO) ketimbang kedelai. Dus, hal ini bisa jadi angin segar bagi perusahaan yang bergerak di industri CPO, di tengah penurunan harga saat ini.

Harry Su, Managing Director & Head of Equity Capital Market Samuel International, mengatakan, komoditas kedelai memiliki nilai impor sekitar US$ 15 miliar dari AS ke China. Sebagai penggantinya, impor CPO ke China berpotensi naik dalam waktu dekat. "Industri CPO akan diuntungkan karena kedelai dari AS akan kena tarif China dan jadi mahal. Sehingga China akan lebih banyak mengkonsumsi CPO," ujar Harry,  Kamis (5/4).

Harry memprediksi, jika harga CPO meningkat, pendapatan emiten kebun juga turut mendaki. "Setiap 10% kenaikan harga CPO, net profit dari perusahaan CPO Indonesia bisa naik 30%," beber Harry.

Saham pilihan

Harry mengatakan, beberapa emiten CPO yang bisa menuai berkah dari sentimen ini di antaranya PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO). Menurut dia, AALI termasuk emiten yang paling banyak melakukan ekspor.

 Joni Wintarja, analis NH Korindo Sekuritas juga masih merekomendasikan beli saham AALI dengan target harga Rp 18.375 per saham. Sementara itu, Analis RHB Sekuritas Hariyanto Wijaya memberi rekomendasi beli terhadap saham LSIP dengan target harga Rp 1.675.

Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan merekomendasikan beli saham SGRO dengan target harga Rp 3.275 per saham. Dalam risetnya, Andy memprediksi produktivitas SGRO meningkat karena ada program target penanaman 5.000 hektare area baru.

Namun, pengamat pasar modal Teguh Hidayat justru punya pendapat berbeda. Dia bilang, perang dagang ini tak menguntungkan, sekaligus tak merugikan Indonesia. Sebab, produsen di Indonesia tidak bisa menawarkan produk serupa dengan harga lebih kompetitif daripada kedua negara tersebut. "Kecuali, produsen baja kita misalnya bisa lebih kompetitif dari China untuk pasar AS dan kita juga punya produk kedelai dan jagung untuk pasar China," ujar dia.

Soalnya, kedelai dan jagung adalah dua produk yang paling banyak diekspor AS. Sedangkan untuk pasar baja, produk baja dalam negeri masih kalah dari negara berkembang lainnya. Menurut Teguh, sejatinya perang dagang ini merupakan program proteksionisme pasar yang biasa dilakukan negara-negara lain.

Pada perdagangan kemarin, harga saham LSIP ditutup di harga Rp 1.345, menguat 3,46% dibandingkan hari sebelumnya. Sementara itu, saham AALI melemah 0,72% di harga Rp 13.700. Lalu, saham SGRO stagnan di harga Rp 2.440 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×