Reporter: Yoliawan H | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah fluktuasi harga batubara, salah satu strategi yang diambil emiten sektor ini dalam menyiasati kondisi ini adalah dengan melakukan diversifikasi bisnis yang masih terintegrasi dengan sektor energi.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Bumi Recources Tbk (BUMI) menjadi beberapa emiten batubara yang tengah mengembangkan lini bisnis pembangkit listrik.
PTBA sendiri memiliki tiga pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sudah beroperasi. PTBA berencana mengembangkan empat PLTU baru dan satu pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) baru.
PLTU milik PTBA yang sudah beroperasi adalah PLTU Banjarsari dengan kapasitas 1x110 mega watt (MW), PLTU Tanjung Enim kapasitas 3x10 MW dan PLTU Pelabuhan Tarahan kapasitas 2x8 MW.
Suherman, Sekretaris Perusahaan PTBA mengatakan, saat ini pihaknya masih fokus dalam pengemenbangan dua jenis pembangkit yakni PLTU dan PLTS. “Kami belum ada rencana memanfaatkan energi lain untuk menghasilkan listrik,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (30/11).
Kata dia, ini merupakan strategi untuk memberikan nilai tambah kepada produksi batubara dan turut membantu dalam menjaga suplai batubara yang terus terjaga. Hilirisasi energi menjadi salah satu tujuan PTBA.
Sekadar informasi, untuk PLTU Sumsel, per tahunnya mendapatkan pasokan batubara sekitar 5 juta metrik ton. Diharapkan kontribusi pembangkit listrik PTBA bisa melebihi 10% yang saat ini masih di bawah 10%.
Saat ini PTBA tengah mengembangkan pembangkit listrik baru, yakni PLTU Sumsel berkapasitas 2x620 MW yang ditargetkan beroperasi komersial tahun 2021/2022 bernilai investasi US$ 1,6 milair. Kemudian PLTS Sumatera ditargetkan operasi komersial tahun 2022 dengan nilai investasi US$ 197 juta.
Selain itu ada PLTU Kuala Tanjung berkapasitas 2x350 MW dengan target operasi komersial 2020 dan nilai investasi US$ 950 juta. Kemudian PLTU Pomalaa berkapasitas 2x30 MW ditargetkan akan diakuisisi 2018 dengan nilai investasi US$ 75 juta. Terakhir, PLTU Halmahera Timur dengan kapasitas 2x40 MW ditargetkan operasi komersial 2021/2022 dan dengan nilai investasi US$ 150 juta
Setali tiga uang, Direktur BUMI, Dileep Srivastava mengatakan, melalui anak usaha BUMI yakni PT Kaltim Prima Coal, BUMI memiliki satu PLTU dengan kapasitas sebesar 64 MW. Sekitar 18 MW sampai 20 MW telah disalurkan dan terkoneksi dengan PLN.
“Pendapatan tahunan dari PLTU kepada KPC sendiri sekitar US$ 10 juta,” ujar Dileep kepada Kontan, Jumat (30/11).
BUMI berencana meningkatkan kapasitas PLTU sebanyak 18 MW. Biaya investasi untuk penambahan 1 MW diperkirakan sebesar US$ 1 juta.
Tahun ini diperkirakan KPC dapat mengeruk profit sekitar US$ 500 juta. “Kemungkinan pasca ekspansi PLTU, pendapatan dari sana bisa lebih besar dua kali lipat,” ujar Dileep.
Seakan tidak mau kalah, ADRO berencana memiliki pembangkit listrik dengan kapasitas mencapai 5.000 MW dalam kurun waktu lima tahun kedepan.
Head of Corporate Communication ADRO, Febriati Nadira mengatakan, Adaro fokus mengembangkan bisnis ketenagalistrikan dengan merampungkan pembangunan PLTU milik PT Bhimasena Power Indonesia berkapasitas 2 x 1.000 MW dan PT Tanjung Power Indonesia berkapasitas 2 x 100 MW.
“Hingga kuartal III 2018, konstruksinya telah mencapai 57% dan 96%, serta berencana melakukan ekspansi ke beberapa proyek pembangkit listrik batubara dan energi baru terbarukan (EBT) di Asia,” ujarnya kepada Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News