Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah mengalami fase reli beberapa waktu belakangan, harga emas dunia kembali masuk masa koreksi sepekan terakhir. Tekanan ini ditengarai faktor penguatan dolar AS serta meredupnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
Mengutip Trading Economics, harga emas merosot ke bawah, tepatnya menjadi US$ 4.040,39 per ons troi pada perdagangan Selasa (18/11/2025) pukul 17.17 WIB.
Harga emas ini terkoreksi 0,15% dalam sehari. Adapun secara mingguan dan bulanan, harga emas masing-masing mengalami koreksi sebesar 2,63% dan 7,79%.
Padahal, harga emas sempat mengalami reli. Puncaknya, pada hari Kamis (13/11/2025) pukul 20.15 WIB, harga emas menyentuh US$ 4.237,6. Setelah itu, harga emas kembali melanjutkan tren koreksi, bahkan hingga saat ini.
Baca Juga: Mayoritas Saham Emiten Emas Merosot di Tengah Isu Penerapan Bea Keluar Ekspor Emas
Tiffani Safinia, Research & Development ICDX, mengatakan bahwa koreksi harga emas lima hari terakhir disebabkan adanya penguatan dolar AS.
Selain itu, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed semakin memudar. Probabilitas pemangkasan 25 bps pada Desember turun ke 41% dari lebih 60% pekan lalu, sehingga minat terhadap emas melemah. Pasar juga berhati-hati menunggu rilis data ekonomi AS yang tertunda akibat shutdown.
Menurut Tiffani, dalam waktu dekat pasar akan fokus pada data tenaga kerja AS, risalah FOMC, pernyataan pejabat Fed, serta pergerakan dolar dan yield Treasury.
Untuk horizon lebih panjang, arah inflasi, siklus suku bunga 2026, pembelian emas oleh bank sentral, dan dinamika geopolitik akan menjadi kunci.
Sehingga, dalam jangka pendek, emas diperkirakan masih berada dalam fase konsolidasi karena sentimen The Fed yang lebih hawkish dan posisi dolar yang masih kuat. Namun tren jangka menengah hingga jangka panjang emas diperkirakan tetap bullish.
“Diperkirakan tetap bullish dalam jangka menengah-panjang, karena didukung prospek perlambatan ekonomi 2026 dan potensi siklus penurunan suku bunga tahun depan,” ujar Tiffani kepada Kontan, Selasa (18/11/2025).
Sependapat dengan Tiffani, Nanang Wahyudin, Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, menyebut harga emas diperkirakan akan tetap tertekan jelang perilisan data ekonomi AS.
Pernyataan hawkish Fed dan kurangnya data ekonomi menekan sentimen. Sehingga, harga emas saat ini masih bearish karena peluang penurunan suku bunga The Fed melemah ke 41%.
Baca Juga: Ekspor Emas Akan Kena Pajak, Bumi Resources Minerals Pastikan Jual ke Pasar Domestik
“Penguatan dolar AS dan melemahnya ekspektasi penurunan suku bunga The Fed menjadi penyebab utama. Pasar juga menunggu data ekonomi AS yang tertunda, sehingga pergerakan emas cenderung berhati-hati,” jelas Nanang.
Namun, berbicara prospek emas ke depan, menurut Nanang permintaan emas diperkirakan akan tetap kuat didorong oleh tiga pilar utama.
Pertama, bank sentral negara berkembang (terutama China, India, dan Turki) diperkirakan akan terus melakukan pembelian bersih dalam jumlah besar sebagai diversifikasi cadangan devisa. Sehingga, tren dedolarisasi akan terus berlanjut.
Kedua, ekspektasi pasar yang kuat bahwa Federal Reserve AS akan melanjutkan siklus pemangkasan suku bunga hingga tahun 2026.
“Suku bunga yang lebih rendah mengurangi opportunity cost (biaya peluang) memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset),” tuturnya.
Terakhir, arus dana diperkirakan akan kembali masuk ke ETF emas. Ketidakpastian geopolitik yang persisten, tingkat utang pemerintah global yang tinggi, dan risiko stagflasi atau resesi membuat emas tetap menarik sebagai aset lindung nilai.
Lebih lanjut, terang Tiffani, dalam kondisi volatil seperti saat ini, pendekatan yang dapat dilakukan pelaku pasar adalah menunggu konfirmasi stabilisasi harga serta memonitor level teknikal dan perkembangan makro.
“Diversifikasi dan manajemen risiko tetap menjadi dasar keputusan mengingat sentimen emas sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter,” jelas Tiffani.
Baca Juga: Harga Emas Antam Hari Ini Anjlok Rp 29.000 Jadi Rp 2.322.000 per Gram, Selasa (18/11)
Dengan berbagai faktor dan sentimen di atas, Tiffani memperkirakan harga emas akan berada di rentang US$ 4.100 – US$ 4.300 pada akhir 2025.
Sementara pada tahun 2026, dia memproyeksi harga emas bergerak menuju US$ 4.300 – US$ 4.450, sejalan dengan potensi pelonggaran suku bunga, perlambatan ekonomi global, serta masih kuatnya permintaan lindung nilai.
Adapun Nanang bilang, secara teknikal, tren pergerakan harga emas masih bearish dengan support di area US$ 4.000, maka tekanan lebih lanjut bisa ke level US$ 3.970. Sedang resistance terdekat bisa bergerak US$ 4.080 – US$ 4.170 hingga akhir tahun 2025.
Tapi prospek pemangkasan suku bunga acuan masih berlanjut pada The Fed di tahun depan. Sehingga emas masih mempertahankan area support terkini US$ 3.885, sedangkan potensi kenaikan dan mencetak all time high baru masih terbuka, yakni diproyeksi bisa menyentuh US$ 4.500 – US$ 4.800 pada tahun 2026.
Selanjutnya: Ini Deretan Calon Mobil Baru yang Siap Debut di Ajang Gaikindo Jakarta Auto Week 2025
Menarik Dibaca: Ini Cara Bank Sampah dan Wings Dorong Pilah Sampah di Masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













