kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Ekspansi Vale Indonesia (INCO) di luar tambang Sorowako terganjal izin


Senin, 05 Agustus 2019 / 07:05 WIB
Ekspansi Vale Indonesia (INCO) di luar tambang Sorowako terganjal izin


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - LUWU TIMUR. Rencana ekspansi perusahaan produsen nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO) ke luar area pertambangan Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan belum juga berjalan. Padahal perusahaan ini telah mendapat komitmen dari partner yang akan diajak kerjasama alias joint venture. Rencananya, Vale akan mengembangkan Blok Bahodopi di Sulawesi Tengah dan Blok Pomalaa Sulawesi Tenggara.

Wakil Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk Febrianty Eddy mengatakan, pengelolaan tambang di blok Pomalaa dan blok Bahadapi sudah ada pihak yang akan diajak kerjasama. Untuk blok Pomalaa misalnya, perusahaan ini menggandeng Sumitomo dari Jepang. Sedangkan untuk blok Bahadopi akan menggandeng partner dari China. 

Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) buka semua opsi untuk melepas 20% saham

Untuk investasi di blok Pomalaa, Febrianty menjelaskan, kebutuhan dananya mencapai US$ 2,5 miliar. Dananya sebagian besar di Sumitomo Jepang. Nantinya, Sumitomo akan mengambil porsi mayoritas blok di Pomalaa sekitar 51%. "Kami akan membentuk entitas baru di blok ini," terang dia. Artinya sekitar US$ 1,28 miliar akan didanai dari pemegang 20,09% saham INCO,  Sumitomo Metal Mining Co Ltd. 

Febrianty menambahkan, Sumitomo berani mengembangkan di Pomalaa karena mereka memang sudah memiliki teknologi yang sesuai karakter di potensi nikel yang ada di sana. Dia menambahkan, teknologi yang akan dipakai akan sama dengan yang di Filipina. Yakni teknologi high pressure acid leaching process (HPAL), teknologi yang dapat mengubah bijih nikel oksida tingkat rendah. 

Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) tambah fasilitas pengolahan limbah

Teknologi ini diklaim akan sangat cocok dengan karakter nikel di Pomalaa. Apalagi di wilayah tersebut menurut Febrianty memiliki kadar cobalt cukup tinggi sekitar 10%. Padahal di Sorowako saja hanya sekitar 1%. 

Jika blok ini jadi beroperasi, Vale Indonesia berharap bisa mendapat tambahan pasokan sebanyak 40.000 ton per tahun. Sebelumnya, produksi nikel matte Vale hanya sekitar 70.000 ton per tahun. "Target tahun ini di kisaran 71.000-73.000 ton," terang Adi Susatio, GM Treasury and Investor Relations Vale Indonesia. Hingga semester I tahun ini, INCO telah menjual dan memproduksi masing-masing sebanyak 30.832 ton dan 30.711 ton. 

Meski telah memiliki hitungan, Vale Indonesia belum juga bisa melanjutkan proses ekspansi. Pasalnya, perusahaan ini masih mendapatkan izin Amdal. "Kami berharap pemerintah segera mengeluarkan izin sehingga kami bisa ekspansi," terang Febrianty. 

Baca Juga: INCO Menggali Peluang Laba dari Efisiensi

Sementara untuk ekspansi ke blok Bahadopi, perusahaan ini membutuhkan dana lebih sedikit yakni US$ 1,6 miliar hingga US$ 1,8 miliar. "Kebutuhan dana ini hanya untuk pabrik saja," ujar Febrianty. 

Perusahaan ini juga masih dihadapkan dari penurunan kinerja sepanjang semester I 2019. EBITDA INCO di semester I tahun ini turun 70,64% secara tahunan menjadi US$ 32,8 juta. "Kinerja kami di kuartal II tahun ini belum optimal karena proyek Larona baru berjalan pada April 2019. Tapi produksi mulai normal di Mei dan Juni. Kami berharap selanjutnya di sisa tahun ini," terang Adi. 

Di semester II tahun ini, Vale Indonesia berharap produksi akan berjalan normal karena maintenance pabrik yang besar sudah dilakukan di semester I. Dengan asumsi harga nikel yang seperti saat ini, Adi sangat berharap kinerja finansial akan positif. "Tergantung harga nikel dan komoditas lain. Karena kami 30% biaya produksi adalah biaya energi (seperti coal dan fuel) dengan harga cukup fluktuatif," terang Adi kepada KONTAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×