Reporter: Yudho Winarto | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Karena tidak terima sahamnya dijual secara sepihak, salah satu nasabah Mandiri Sekuritas mengajukan somasi dan menuntut sahamnya dapat dikembalikan kembali.
Nasabah itu adalah Ronni Susanto, yang tak lain adalah sepupu Dicky Tjokro, Direktur Utama PT Power Telecom (Powertel).
Gugatan ini bermula ketika Ronni tidak terima karena saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) miliknya sebanyak 8.400.000 saham dijual begitu saja oleh Mandiri Sekuritas.
"Saham milik Ronni yang menjadi jaminan dijual secara paksa oleh Mandiri. Di samping itu penjualan tanpa melalui mekanisme yang transparan," jelas Anthony L.P Hutapea, Kuasa Hukum Ronni kepada KONTAN, Selasa (27/10).
Kuasa hukum yang berasal dari kantor advokat Hotman Paris & Patners ini mengatakan bahwa penjualan dilakukan melalui mekanisme transaksi tutup sendiri (TS). Dia mengatakan, Mandiri Sekuritas diduga kuat melakukan tindakan ini untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. "Saham itu dijual di bawah harga pasar," terangnya.
Dalam somasi yang dilayangkan pada 30 September 2009 lalu, Ronni memberi batas waktu selama 7 hari kepada Mandiri Sekuritas untuk menanggapinya. Jika tidak ada tanggapan, Ronni pun mengancam akan menempuh upaya hukum lain. "Kalau tidak ada tanggapan, kami langsung membawa persoalan ini secara pidana atas tindakan penggelapan maupun perdata," tuturnya.
Yang jelas, Mandiri Sekuritas tidak berdiam diri atas somasi tersebut. Buktinya pada tanggal 5 Oktober 2009 lalu, mereka menyampaikan tanggapannya. Dalam surat itu, Mandiri Sekuritas mengatakan sedang menelaah secara internal atas somasi yang diajukan Ronni. "Iya betul, kami baru saja menelaah soal somasi ini secara internal," kata Kartika Wirjoatmodjo, Managing Director Mandiri Sekuritas.
Mandiri Sekuritas mengatakan, eksekusi ini adalah tindakan yang tepat. "Dalam perjanjian pembiayaan transaksi jual beli saham disebutkan jika nasabah wanprestasi, maka Mandiri Sekuritas berhak mengeksekusi jaminan," tegasnya.
Eksekusi itu pun dapat dilakukan dengan cara apa pun termasuk menjual saham tanpa sepengetahuan Ronni hingga transaksi internal tutup sendiri (TS). "Kalau nantinya persoalan ini dibawa ke pengadilan, kami siap," tegasnya.
Kartika menambahkan, Ronni bukan satu-satunya investor yang melakukan somasi. "Dengan kondisi pasar saham sekarang ini, rupanya banyak nasabah yang memanfaatkan celah agar utang dihapuskan. Makanya kami tidak gentar sama gertakan mereka," jelasnya.
Kasus ini berawal dari perjanjian fasilitas nasabah khusus antara Ronni dengan Mandiri Sekuritas pada tanggal 11 September 2007. Melalui perjanjian itu, Mandiri Sekuritas menyediakan fasilitas margin kepada Ronni dengan nilai maksimal Rp 50 miliar. Sebaliknya, Ronni berkewajiban memberikan jaminan berupa saham sebanyak 8.400.000 lembar saham BMRI.
Seiring berjalannya waktu, ternyata nilai transaksi margin Ronni semakin turun. Melalui surat tanggal 11 Desember 2008, Ronni meminta agar Mandiri Sekuritas memberikan perpanjangan waktu. Dengan mekanisme itu, Ronni akan melunasi pada tanggal 16 Desember 2008 sebesar Rp 8 miliar. Mandiri Sekuritas pun menyetujui hal tersebut.
Akhirnya pada 16 Desember 2008, Ronni melakukan pembayaran dengan cara menjual jaminan saham BMRI miliknya dengan jumlah 3.750.000 lembar dengan harga rata-rata Rp. 2.115/lembar, atau setara Rp 7,93 miliar. (setelah dikurangi fee dan pajak).
Karena pembayaran masih tersisa Rp 66,78 miliar, Ronni pun kembali meminta Mandiri Sekuritas untuk menjual saham BMRI miliknya. Namun, kali ini, tidak diperbolehkan oleh Mandiri Sekuritas.
Tapi, pada 17 Desember 2009, Ronni mendapatkan pemberitahuan bahwa Mandiri Sekuritas telah menjual saham BMRI miliknya sejumlah 8.400.000 saham pada 16 Desember 2008. Dan itu dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News