Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih negatif pada kuartal pertama 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, perekonomian di tiga bulan pertama tahun ini minus 0,74% year-on-year (yoy). Perekonomian juga masih terkontraksi 0,96% secara kuartalan (qoq).
Analis Phillip Sekuritas Indonesia Dustin Dana Pramitha menilai, pertumbuhan ekonomi yang negatif di kuartal pertama kemungkinan besar memang akan terjadi. Jika dilihat, siklus pertumbuhan ekonomi domestik di kuartal pertama memang cenderung turun secara kuartalan. Hal ini diperparah dengan pembatasan sosial dan PPKM yang masih diberlakukan.
Selain itu, tingkat penyerapan tenaga kerja dari sektor manufaktur hingga bulan April masih belum menunjukkan penyerapan yang signifikan bahkan cenderung menahan jumlah tenaga kerjanya. Dengan begitu, dia menilai konsumsi masyarakat belum dapat pulih sepenuhnya.
Tentu, loyonya pertumbuhan ekonomi dalam negeri membuat instrumen investasi Indonesia akan cenderung kurang menarik karena aktivitas ekonomi nasional yang belum tumbuh positif. Di sisi lain, aktivitas ekonomi negara lain, seperti Amerika Serikat (AS) dan China justru lebih menunjukkan mode ekspansif.
Baca Juga: Simak proyeksi IHSG untuk perdagangan Kamis (6/5)
Meskipun secara year-to-date arus dana asing (net inflow) masih sebesar Rp 1,06 triliun, pelaku pasar perlu memperhatikan ketika terdapat perubahan kebijakan yang terjadi di AS, terutama yang dapat mempengaruhi tingkat imbal hasil investasi di Indonesia. “Tentunya hal tersebut sangat mudah untuk mempengaruhi arus modal asing untuk keluar dari pasar keuangan kita,” terang Dustin kepada Kontan.co.id,Rabu (5/5).
CEO Kanaka Hita Solvera Wijen Pontus menilai, pertumbuhan ekonomi yang masih minus sebenarnya sudah diprediksi sebelumnya. Sehingga, dampaknya terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cukup minor.
Wijen bilang, IHSG masih bisa terkoreksi, tetapi relatif terbatas. Hal ini karena posisi IHSG sudah berada di akhir downtrend secara Elliott Wave. Dia melihat, secara elliott wave, justru IHSG berpeluang besar untuk rebound ke level 6.180-6.200 di Mei ini.
Baca Juga: Adu kuat data internal dan eksternal, rupiah akan bergerak tipis pada Kamis (6/5)
Soal arus dana asing yang keluar, Wijen menilai hal ini tidak perlu menjadi kekhawatiran yang berlebihan. Sebab, arus dana keluar (outflow) memang sudah terjadi di April dan mulai terhenti di Mei ini. “Toh, IHSG secara valuasi relatif masih murah dibandingkan peer-nya di Asia Tenggara,” terang Wijen kepada Kontan.co.id, Rabu (5/5).
Senada, Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, kontraksi pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kuartal pertama sudah terantisipasi oleh pasar. Hal ini tercermin dari kondisi IHSG yang lesu sejak bulan April. “Ekonomi memburuk, tapi ekspektasi perbaikan di kuartal kedua masih ada karena beberapa emiten mulai mencetak laba kembali,” kata William.
Baca Juga: IHSG menguat 5.975 diiringi net buy asing pada Rabu (5/5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News