Reporter: Astri Kharina Bangun |
JAKARTA. Ekonom Bank Permata Tbk (BNLI) Tony Prasetiantono menilai volatilitas rupiah saat ini bakal mereda seiring dilakukannya langkah-langkah penanganan krisis.
"Sebelumnya, volatilitas akan terjadi sampai ada skema yang jelas mengenai penyelamatan ekonomi Eropa dan AS. Tapi tidak akan lama, sebelum akhir tahun saya duga sudah ada kejelasan," ujar Tony yang ditemui di gedung Bank Indonesia (BI), Selasa (27/9).
Untuk konteks Amerika Serikat skema yang disiapkan antara lain quantitative easing dan peningkatan pajak bagi orang kaya. Sementara untuk Eropa adalah memprofil ulang utang Yunani yang yield-nya sudah 21%. Harus ada kerelaan dari negara kreditur membuat profil ulang utang Yunani.
Bahkan, kata Tony, bukan mustahil mata uang Yunani dikeluarkan dari kelompok Euro. Memang ini akan membuat depresiasi terhadap mata uang Yunani, namun hal tersebut juga berimbas positif bagi ekspor dan menarik wisatawan asing.
Menurutnya, jika skema tersebut sudah semakin jelas dan terealisasi, maka dollar berpeluang melemah. Rupiah pun akan bisa kembali di bawah level Rp 9.000 per dollar AS. "Level Rp 9.000 per dollar AS itu kan jadi batas psikologis. Sebenarnya pun di posisi Rp 9.000 tidak perlu dikhawatirkan selama fundamental perekonomian Indonesia bagus," ungkap Tony.
Ia menambahkan, kecemasan yang muncul lantaran rupiah menembus di atas Rp 9.000 pekan lalu setelah berbulan-bulan menguat, lebih disebabkan ekspektasi pelaku pasar yang tinggi di level Rp 8.500.
"Padahal sebetulnya lebih baik di level Rp 9.000 tapi sustain daripada di level Rp 8.500 tapi berisiko atau volatile," lanjut Tony seraya menambahkan level Rp 8.800 - Rp 8.900 per dollar AS sudah pas. Ia menilai positif langkah BI membeli obligasi pemerintah yang dilepas asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News