kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Efek LTV masih samar-samar


Senin, 05 September 2016 / 07:36 WIB
Efek LTV masih samar-samar


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali merelaksasi loan to value (LTV) atas kredit kepemilikan rumah atau KPR. Uang muka alias down payment (DP) KPR rumah pertama yang selama ini minimal 20% diturunkan menjadi 15%.

Lalu, DP rumah kedua turun jadi 20% dari sebelumnya 30%. Begitu pula dengan DP KPR rumah ketiga dan seterusnya, yang sebelumnya minimal 40% turun menjadi 20%. DP atas KPR untuk rumah tipe kecil malah digratiskan.

Analis Phillip Securities Milka Mutiara mengatakan, jika fokus pada sisi kebijakannya, fundamental bank yang memiliki basis kredit KPR akan menjadi semakin menarik. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) contohnya.

Apalagi, permintaan KPR melalui BBTN selama ini cenderung tinggi. Ini seiring program sejuta rumah dari pemerintah. "Jadi, tanpa ada pelonggaran LTV demand KPR (BBTN) sudah tinggi," ujar Milka kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Dalam kondisi seperti ini, malah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang justru terlihat lebih menarik. BBCA memiliki lini bisnis penyaluran KPR. Tahun ini BBCA menargetkan pertumbuhan KPR sebesar Rp 6 triliun atau sekitar 10%-12% secara tahunan (year on year).

BBCA Semakin menarik lagi lantaran single digit rate akan mulai berlaku akhir tahun ini. Sehingga bunga KPR BCA menjadi menarik. Tanda-tanda solidnya performa BBCA sudah mulai terlihat.

Hingga periode tujuh bulan tahun ini, pendapatan bunga bersih BBCA tumbuh 16% menjadi Rp 21,51 triliun. Laba bersihnya naik 16% menjadi Rp 11,59 triliun. Torehan laba bersih ini setara dengan 64% dari prediksi laba bersih BBCA oleh Mandiri Sekuritas.

Namun, prospek saham BBCA dibatasi oleh kondisi harga saham yang sudah melambung. "Saham BBCA ditransaksikan pada valuasi rasio harga saham per nilai buku (P/BV) sebesar 3,5 kali," tulis Analis Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja dalam riset tanggal 1 September 2016.

Milka sependapat. Batasan BBCA saat ini adalah harga saham yang sudah memiliki valuasi mahal. Tapi ia menambahkan, ini semua jika berbicara dari sisi kebijakan. Efek relaksasi aturan uang muka yang sudah lebih dulu dilakukan BI terhadap kinerja bank tidak terlalu signifikan.Jadi, perlu dilihat lagi realisasinya minimal di akhir kuartal ketiga nanti.

"Karena balik lagi, yang terpenting adalah daya beli konsumen yang harus kembali pulih lebih dulu," tambah Milka.

Relaksasi LTV tidak berdiri sendiri. Soal amnesti pajak juga bakal menjadi penentu performa bank. Jika sudah mencakup hal ini, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang terlihat paling terpengaruh oleh efeknya.

Menurut Analis Sinarmas Sekuritas Evan Lie Hadiwidjaja, BMRI memiliki aset dan divisi wealth management yang kuat. "Hal ini bisa menarik perhatian partisipan tax amnesty untuk membawa dananya masuk melalui BMRI," tulis Evan dalam risetnya.

Bagaimana dengan BNI? Analis CIMB Securities Patricia Sumampouw menilai, kinerja emiten berkode BBNI itu akan ditentukan oleh fundamental internalnya, yakni kemampuan manajemennya.

"Manajemen BBNI yang baru akan lebih fokus pada pertumbuhan kredit perusahaan BUMN, medium, dan payroll segments jika dibanding kredit konsumer, khususnya KPR," jelas Patricia dalam riset tanggal 30 Agustus 2016. Semester I tahun ini,

BBNI mencatatkan pertumbuhan kredit keseluruhan sebesar 24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sebagian besar pertumbuhan itu didorong oleh kenaikan kredit BUMN sekitar 29%, medium segment 35%, dan payroll loan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×