kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Efek kenaikan bunga acuan akan terasa pada emiten perbankan di tahun depan


Kamis, 20 Desember 2018 / 23:16 WIB
Efek kenaikan bunga acuan akan terasa pada emiten perbankan di tahun depan
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Yoliawan H | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sepanjang tahun 2018 sudah menaikan suku bunga sebanyak 175 basis poin (bps) sepanjang 2018 ke level 6%.

Di kondisi tersebut, demi menjaga margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan secara berhati-hati harus merespon dengan menaikan bunga yang sedikit banyak akan mempengaruhi kepada permintaan dan pertumbuhan kredit.

Melihat kondisi ini, Managing Director and Head of Equity Capital Market Samuel Internasional Harry Su mengatakan secara umum jika perbankan menaikan suku bunga maka kualitas kredit berpotensi berkurang.

“Kemungkinan emiten bank akan slow down, saya lihat analis di pasar masih terlalu optimistis sehingga nantinya harus ada revisi turun untuk profit bank-bank,” ujarnya, Kamis (20/12).

Menurutnya kondisi tersebut lantaran efek dari kenaikan suku bunga acuan BI yang cukup agresif di tahun 2018 akan terasa dampaknya ke sektor ril dalam kurun waktu tiga bulan sampai enam bulan. Jadi dampaknya akan terasa pada tahun depan.

Beberapa sentimen masih akan bisa menopang emiten bank seperti peluang suku bunga acuan BI yang mungkin turun di 2019 jika kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) lebih tidak agresif.

“Kemungkinan BI bisa memotong suku bunga di kuartal IV-2019 jika The Fed dovish,” ujarnya.

Secara pergerakan saham, diprediksi arah pergerakan saham bank masih akan netral dan mengikuti arah pasar secara umum. Menurutnya, jika melihat dari nilai, investor bisa mencermati saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) karena saat ini termasuk yang paling murah untuk saham bank berkapitalisasi pasar besar.

Berdasarkan data RTI, Kamis (20/12), BBNI ditutup melemah tipis 0,29% ke level Rp 8.675 per saham dengan price to earning ratio (PER) hanya 10,61 kali. Lebih lanjut jika banyak yang memilih untuk saham defensif, bisa mencermati saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Hari ini, BBCA ditutup melemah 2,20% ke level Rp 25.575 per saham dengan PER sebesar 25,55 kali.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai emiten perbankan masih akan banyak dipengaruhi oleh arah kebijakan bank sentral. Menurutnya tingkat suku bunga agresif bisa diantisipasi dengan langkah emiten perbankan yang memanfaatkan cuan dari komisi atau fee based income.

“Prospek saham bank masih bagus tahun depan, disisi lain pada akhir tahun depan BI bisa saja menurunkan bunga acuan jika The Fed tidak agresif,” ujarnya. 

Saham-saham big caps yang memiliki fee based income besar bisa dilirik seperti BBNI dan BBCA.

Rahmi Marina, Analis Perbankan PT Maybank Kim Eng Sekuritas dalam risetnya, Rabu (19/12) masih merekomendasikan untuk melakukan maintain buy BBNI dengan target harga mencapai Rp 10.400 per saham. Hal ini dikarenakan dari sisi kualitas kredit BBNI masih stabil di tren kenaikan suku bunga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×