Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Memasuki awal Januari 2015, langkah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi tak berjalan mulus. Efek Januari yang biasanya diharapkan bisa mendongkrak kinerja IHSG kemungkinan tidak terasa signifikan di tahun ini.
Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, menuturkan, meski tak sebesar di bursa Amerika Serikat dan Eropa, Efek Januari sebenarnya kerap terjadi di Indonesia, setidaknya dalam 10 tahun terakhir.
Investor dan fund mananger asing biasa membeli kembali (buyback) saham yang sebelumnya mereka lepas di Desember tahun sebelumnya lantaran performa jelek. Fenomena inilah yang kemudian sedikit mengangkat indeks di bulan Januari.
Namun, pada Januari tahun ini, IHSG diprediksi diterpa sentimen negatif. Salah satunya adalah proyeksi negatif harga komoditas global. Ini dikhawatirkan tetap melebarkan defisit neraca dagang kita yang memang mengandalkan ekspor komoditas.
Hans Kwee, Vice-President Investment Quant Kapital Investama, menambahkan, beberapa data ekonomi domestik seperti inflasi di bawah ekspektasi. Pada Desember 2014, inflasi nasional mencapai 2,46%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 1,5%.
Sepanjang 2014, inflasi secara nasional mencapai 8,36%. Level inflasi ini lebih tinggi dibandingkan suku bunga acuan Bank Indonesia alias BI rate sebesar 7,75%. Kondisi ini bakal menghambat laju IHSG di Januari.
Secara historis, IHSG selalu melemah jika inflasi lebih tinggi ketimbang BI rate. "Agak sulit mengharapkan January Effect yang bisa mendongkrak indeks di bulan Januari," terang Hans.
Tingginya inflasi tahunan di Desember 2014 merupakan efek kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Lonjakan inflasi juga akibat faktor lain, seperti bencana alam, terutama banjir.
Bencana tahunan ini ternyata lebih parah daripada biasanya. Banyak daerah, mulai dari Bandung, Jakarta hingga Aceh terendam banjir. Ini menyumbat distribusi yang berujung melonjaknya harga bahan pokok sehingga memicu inflasi.
Dengan beberapa faktor itu, Hans dan Satrio kompak memprediksi, IHSG terkoreksi lebih dulu, setidaknya pada dua minggu di awal Januari ini. Level paling rendah atas koreksi IHSG adalah 5.000.
Analis Indosurya Asjaya Securities William Surya Wijaya melontarkan prediksi lebih optimistis. Menurut dia, IHSG, dalam waktu dekat, justru berpotensi menyentuh level resistance 5.262 dan akan uptrend.
Toh, jika terjadi koreksi, Hans dan Satrio menyarankan investor melakukan akumulasi. Soalnya, IHSG diprediksi tetap bersinar di tahun ini. "Mulai kuartal II, saya prediksi uptrend terutama didorong pertumbuhan ekonomi yang mulai terasa," ungkap Satrio.
Rencana Presiden Joko Widodo yang ingin mendorong pembangunan infrastruktur menjadi salah satu faktor yang bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi ahun ini. Dengan menghapus subsidi BBM jenis premium, Jokowi memiliki dana cukup melimpah untuk mewujudkan rencana tersebut.
Maka, Satrio optimistis, IHSG dapat menyentuh level 6.100-6.300 pada tahun ini. Namun, seperti halnya tahun lalu, IHSG tetap akan mengalami fluktuasi lumayan kencang.
Hans bilang, investor tetap mengantisipasi rencana The Fed menormalisasi suku bunga acuan yang mungkin berlangsung pada kuartal kedua nanti. Kebijakan ini berpotensi menarik arus modal keluar dari Indonesia.
Namun negara berkembang seperti Indonesia tak perlu terlampau panik. Amunisi likuiditas kemungkinan tetap besar. seiring adanya program stimulus dari Jepang. "Ruang fiskal kita juga memadai untuk meminimalkan dampak negatif jika The Fed menaikkan suku bunga," ungkap Hans. Hitungan Hans, IHSG pada tahun ini bisa mencapai 6.000 hingga 6.250.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News