Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China mengerek nilai tukar dollar AS terhadap yen. Mengutip Bloomberg di pasar spot, Jumat (18/1) pasangan mata uang USD/JPY menguat 0,49% ke level 109,76.
"Sebuah laporan menyatakan para pejabat AS tengah memperdebatkan opsi terkait tarif untuk produk impor dari China, sebagai langkah untuk memecah kebuntuan dalam negosiasi perdagangan," kata Puja Purbaya Sakti, analis Rifan Financindo Berjangka kepada Kontan.co.id, Minggu (20/1).
Menanggapi sentimen tersebut, Puja melihat investor cenderung memilih untuk meningkatkan permintaan terhadap dollar AS daripada yen. Apalagi, setelah Jepang merilis data inflasi masih jauh dari target Bank of Japan (BoJ).
Alhasil dollar AS semakin menguat karena serangkaian data bernada positif datang dari AS, antara lain Philadelphia Fed Manufacturing Index melesat pada bulan Januari. Sementara klaim pengangguran mingguan mencetak angka lebih baik dibandingkan ekspektasi awal. Selain itu, seorang pejabat The Fed juga menyampaikan optimismenya terhadap outlook ekonomi AS.
Namun, tetap saja faktor positif dari AS tersebut belum mampu mendongkrak prospek kenaikan Fed Fund Rate di tahun ini di tengah terus berlanjutnya government shutdown terpanjang dalam sejarah di negeri Paman Sam. Para investor masih mengekspektasikan The Fed bakal batal merealisasikan rencana kenaikan suku bunga dua kali dalam 2019.
Kabar dari Jepang, Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda menyampaikan dalam seminar Kamis (17/1) bahwa Jepang menghadapi risiko yang tidak dapat diproyeksikan dalam membuat kebijakan ekonomi karena populasi yang menciut.
"Pidato Kuroda ini nampaknya tak berimbas pada yen, dengan posisi USD/JPY masih sideways di kisaran 108,85," kata Puja. Namun, muatan pidato memberikan sejumlah bahan pertimbangan bagi investor.
BoJ juga menetapkan suku bunga negatif guna menekan bunga pinjaman di level ultra-rendah dalam jangka panjang. Namun, ia mengakui bahwa semua kebijakan itu mengandung risiko besar, khususnya di tengah dinamika makin merosotnya populasi Jepang.
Menurut Kuroda, salah satu kelemahan dari kebijakan moneternya adalah jika bank beralih mengalokasikan dana ke investasi-investasi berisiko lebih tinggi yang menawarkan imbal hasil lebih besar ketimbang menyalurkan pinjaman ke masyarakat yang memberikan imbal hasil lebih rendah.
Padahal, investasi berisiko tinggi bisa membahayakan stabilitas finansial. Selain itu dengan rilis data inflasi yang dilaporkan masih jauh dari target BoJ ini memberikan dampak yang kurang mendukung yen. Alhasil, para investor lebih canderung memilih untuk meningkatkan permintaan akan dollar AS daripada yen.
Puja memproyeksikan dollar AS masih akan menguat terhadap yen. Senin (21/01) pada pukul 07.30 WIB akan dirilis indikator ekonomi AU HIA penjualan rumah baru secara bulanan pada Desember yang diprediksi masih akan bertahan di angka 3,6% dari rilis data sebelumnya. Masih bertahannya laporan data penjualan rumah baru di Australia yang diterbitkan Housing Industry Association (HIA) menghitung perubahan angka penjualan rumah yang baru dibangun ini akan memberatkan dollar Australia sehingga akan memberikan dampak negatif bagi yen.
Secara teknikal, Puja menganalisis grafik harian dengan indikator moving average exponential (EMA) melebar dengan arah kurs naik, kemudian pada Vortex Indicator (VI) dengan kondisi red over blue yang mengecil dimana arah kurs berpotensi untuk terkoreksi. Selanjutnya pada indikator true strength indicator (TSI) berada di area -26 yang menunjukkan kurs kurang kuat untuk naik. Secara umum USD/JPY masih berpotensi untuk melanjutkan gain pada perdagangan selanjutnya.
Puja merekomendasikan buy untuk pasangan mata uang USD/JPY selama harga di atas 109,95 dengan level resistance antara 110,05- 110,35- 111,13 dan support antara 109,27- 108,79- 108,01.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News