Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pelemahan dolar Amerika Serikat (AS), ada sejumlah instrumen investasi yang menarik untuk dilirik.
Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong menjadikan emas dan obligasi sebagai pilihan teratasnya.
Menurutnya, emas dan obligasi merupakan aset safe haven di tengah perlambatan ekonomi global, peningkatan tensi geopolitik China-AS, dan perang Rusia-Ukraina yang belum usai.
"Keduanya akan menjadi tujuan investasi di tengah ketidakpastian," kata Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (17/4).
Terlebih lagi, permintaan emas fisik dari bank-bank sentral dunia, terutama China tetap tinggi. Pasalnya, bank sentral China tengah mendiversifikasi cadangan devisa mereka yang besar.
Baca Juga: Sambut Lebaran 2023, Cermati Emiten yang Diuntungkan
Sementara itu, imbal hasil ( yield) obligasi telah mendekati puncaknya sehingga diprediksi akan menurun secara perlahan.
Dengan begitu, harga obligasi akan semakin naik ke depannya karena bergerak berlawanan dengan pergerakan yield.
Untuk obligasi berdenominasi dolar AS, harganya sudah cukup murah saat ini karena pelemahan dolar AS dan imbal hasil yang mencapai puncaknya. Yield obligasi AS pada semester 1 2023 diprediksi berada di 3,3% lalu 3% pada akhir tahun, dari saat ini berada di 3,54%.
"Sementara untuk obligasi rupiah, ekspektasi penguatan rupiah ke depan dan imbal hasil yang telah mencapai puncaknya akan menaikkan harga obligasi ke depannya," ucap Lukman.
Untuk emas, harganya sudah naik cukup besar sejak akhir tahun lalu, tetapi ruang kenaikan masih ada. Lukman memprediksi, harga emas akan mencapai US$ 2.100 per ons troi pada semester I 2023 dan US$ 2.200 pada akhir tahun 2023.
Di sisi lain, instrumen investasi yang dirugikan dengan pelemahan dolar AS adalah saham-saham perusahaan yang penjualannya tergantung pada mata uang dolar AS.
Namun, biasanya hal tersebut hanya terjadi dalam jangka pendek. Perlemahan dolar AS dalam jangka panjang justru akan membuat produk tersebut menjadi relatif lebih murah dan akan meningkatkan permintaan.
Selanjutnya, untuk kripto, Lukman menilai bahwa kripto adalah aset spekulatif yang tidak memiliki nilai intrinsik. Dengan kata lain, harga kripto bisa naik tinggi, tetapi juga bisa turun tajam.
Baca Juga: Dolar AS Melemah, Obligasi Bisa Jadi Pilihan Investasi Andalan
Dengan kejatuhan pada kripto dan bisnis yang berkorelasi dengan kripto belakangan ini, ia melihat kepercayaan publik pada kripto telah turun signifikan.
Pertumbuhan pesat pada bisnis kripto selama ini juga didukung oleh kebijakan yang sangat longgar dari bank-bank sentral yang membuat banyak "hot money" masuk ke kripto,
"Namun, dengan likuiditas yang ketat saat ini, maka saya melihat kripto akan susah naik kecuali kenaikan spekulatif yang bersifat sesaat," ungkap Lukman.
Ia memprediksi, harga bitcoin akan berada di kisaran US$ 20.000-US$ 25.000 di sisa tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News