Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagian besar emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih mencatatkan laba di semester I-2018. Namun, tidak semua BUMN mencatat kenaikan laba, banyak juga emiten plat merah yang labanya turun di semester I.
Beberapa emiten yang menunjukkan peningkatan laba signifikan di antaranya, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) 133%, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) naik 49,5%, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) naik 39,50%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 28,70% dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) sebanyak 27,46%.
Adapun emiten BUMN yang membukukan penurunan laba terdalam adalah PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) sebanyak 69,88%, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) masih mencatatakan rugi meskipun melambat 58,55% dan laba PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang turun 45%.
Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki menilai, selama laba emiten tumbuh tinggi, potensi besaran dividen yang akan dibagikan juga besar. Syaratnya, payout ratio di laporan keuangan emiten sama atau bahkan meningkat. "Kalau lihat tabel, BBNI loan growth decelerate karena banyak SOE (state-owned enterprise) loan yang repayment dan mature," ujar Yaki kepada Kontan.co.id.
Yaki menilai, hingga akhir tahun sektor yang dipandang masih prospektif adalah perbankan. Asal, penyaluran kredit bank bisa tumbuh kencang. "Net interest margin (NIM) juga bisa tumbuh," ujar Yaki.
Selain itu, sektor konstruksi juga diyakini bisa tumbuh lebih baik di semester II-2018. Ini seiring mulai masuknya pembayaran atas proyek-proyek pemerintah. Diikuti prospek positif dari sektor pertambangan seperti batubara yang harganya masih menunjukkan tren peningkatan, emitennya seperti PTBA.
"Prospek laba harusnya masih in line dengan konsensus. Kecuali industri semen yang memang berat. Selain masalah oversupply, juga kenaikan harga batubara jadi beban tersendiri buat semen. Begitu juga GIAA berat karena kenaikan bahan bakar," tandasnya.
Emiten BUMN di sektor perbankan bisa menghadapi hambatan seperti non performing loan (NPL) yang tidak terkontrol akan menyebabkan beban pencadangan meningkat. Ditambah lagi, pertumbuhan kredit bakal rendah dan jika emiten menaikan bunga kreditnya.
Sentimen pelemahan rupiah akan berat bagi hampir semua sektor. Namun, itu tidak akan berlaku bagi PTBA jika mampu memperbesar porsi ekspornya. Sentimen ketiga, kenaikan harga komoditas energi seperti minyak dan batubara, kurang mendukung bisnis semen dan penerbangan.
Sentimen terakhir atau keempat, yakni penundaan pembayaran proyek BUMN bisa mengganggu aliran kas emiten konstruksi.
Sebaliknya, Analis Trimegah Sekuritas Rovandi justru belum berani merekomendasikan emiten sektor konstruksi sebagai emiten pembagi dividen di atas rata-rata akhir tahun ini. Mengingat, Presiden Joko Widodo sempat berencana mengorbankan sektor konstruksi untuk menyelematkan devisa, di mana akan ada banyak kontrak yang dihentikan.
"Jadi kalau menurut saya akan ada banyak sektor konstruksi yang dikorbankan. Kalau rekomendasi saya masih PTBA, ADRO, BMRI dan BBRI," tandas Rovandi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News