kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Diversifikasi portofolio dengan ORI018 untuk menghadapi volatilitas pasar keuangan


Jumat, 09 Oktober 2020 / 18:47 WIB
Diversifikasi portofolio dengan ORI018 untuk menghadapi volatilitas pasar keuangan
ILUSTRASI. Peluncuran Obligasi Negara Ritel ORI018.


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Diversifikasi portofolio adalah kunci dalam berinvestasi di tengah kontraksi ekonomi seperti saat ini. Obligasi negara ritel Indonesia (ORI) seri ORI018 jadi instrumen investasi yang menarik untuk diversifikasi portofolio. 

Head of Wealth Management & Primer Banking Bank Commonwealth Ivan Jaya memproyeksikan pasar keuangan masih akan menghadapi volatilitas yang tinggi. Risiko datang dari pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada November mendatang.

Selain itu, eskalasi tensi hubungan AS dan Tiongkok serta Brexit di akhir tahun 2020 juga masih menjadi tantangan. Belum lagi, pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 kemungkinan masih akan terkontraksi seperti yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada September lalu. 

Lantas, Ivan mengatakan langkah yang paling bijak bagi investor adalah tetap berinvestasi dan memastikan bahwa portofolio investasi telah terdiversifikasi dengan baik sesuai dengan profil risiko masing-masing. “Di tengah ketidakpastian yang tinggi, diversifikasi portofolio investasi dapat menurunkan risiko terhadap investasi,” ujar Ivan dalam siaran pers, Kamis (8/10). 

Baca Juga: ORI018 Janjikan Kupon 5,7%, Masih Menarik Dikoleksi Saat Resesi?

Porsi investasi yang bijak saat pasar bergerak volatil adalah memiliki profil risiko balanced atau berimbang antara aset kelas saham dan pendapatan tetap. Untuk kelas aset saham, Ivan mengatakan baiknya investor fokus pada reksadana dengan strategi investasi pada saham big caps. "Underlying reksadana yang fokus pada saham big caps umumnya akan lebih baik menghadapi goncangan pergerakan market," kata Ivan. 

Sementara, investor dengan profil risiko moderat dapat menempatkan investasinya 15% di reksadana saham, 30% di reksadana pendapatan tetap atau obligasi dan 55% di reksadana pasar uang. 

Sedangkan, investor dengan profil risiko growth alias agresif dapat menempatkan investasinya 60% di reksadana saham, 20% di reksadana pendapatan tetap atau obligasi dan 20% di reksadana pasar uang. 

Baca Juga: Simak tawaran obligasi Rp 1,5 triliun dari IIF dengan bunga hingga 6,90%

Selain itu, instrumen investasi yang saat ini menarik untuk dilirik adalah obligasi ritel seri ORI018 yang kini masih ditawarkan. Ivan menilai pasar obligasi saat ini menawarkan tingkat real yield di 5,5% yang cukup atraktif dibandingkan dengan negara emerging markets lain seperti Thailand di sekitar 1,9% dan Malaysia di kisaran 4%. 

Adapun beberapa kelebihan ORI018 adalah, pertama investor akan mendapatkan kupon secara berkala, yang tingkat kuponnya biasanya lebih tinggi dari bunga deposito. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kupon seperti kredibilitas penerbit, jangka waktu obligasi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga acuan, dsb. 

Baca Juga: Pemerintah pasang target awal penjualan ORI018 Rp 5 triliun

Kedua, berpotensi memperoleh capital gain, jika obligasi tersebut dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Ketiga, risiko yang lebih rendah dibandingkan instrumen saham. Harga obligasi di pasar sekunder cenderung memiliki volatilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan instrumen saham. Bahkan untuk obligasi yang diterbitkan pemerintah para pelaku pasar sepakat bahwa instrumen tersebut merupakan instrumen yang bebas risiko alias risk free

ORI018 ini ditawarkan pemerintah sejak 1 Oktober lalu dengan masa pemesanan 1–21 Oktober 2020. Kupon yang ditawarkan 5,7% per tahun dengan tenor 3 tahun. Investor dapat membeli ORI018 ini kapan saja selama masa penawaran melalui aplikasi Commbank SmartWealth mulai dari Rp1 juta.

Baca Juga: Risiko obligasi Indonesia naik seiring kekhawatiran akan kebijakan burden sharing

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×