Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Datangnya bulan suci Ramadan yang berlanjut pada hari raya Idul Fitri dinilai bakal menjadi angin segar bagi emiten yang bergelut di sektor consumer non-cyclicals alias barang konsumen primer. Tapi, ada sejumlah tantangan yang membayangi kinerja bisnis dan pergerakan saham emiten di sektor ini.
Meski sejumlah emiten sektor konsumen primer telah melaporkan pertumbuhan kinerja pendapatan dan laba bersih sepanjang 2021, namun Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora memandang bahwa secara umum kinerja sektor ini masih tertahan. Pandemi covid-19 dan belum pulih pulihnya daya beli masyarakat di tahun lalu menjadi faktor kunci penekan sektor konsumen primer.
Namun untuk tahun ini, peluang untuk memulihkan kinerja emiten sektor consumen primer lebih terbuka. Pandemi yang lebih terkendali, mobilitas masyarakat yang semakin bebas, program vaksinasi booster, hingga mudik lebaran yang sudah dibolehkan pemerintah, diprediksi bisa menjadi katalis positifnya.
"Untuk tahun ini momentum lebaran akan berpengaruh lebih besar kepada emiten sektor consumer. Pemerintah sudah mengizinkan mudik, sehingga kinerja emiten sektor consumer akan semakin membaik karena adanya inflow dari kota ke desa," kata Andhika saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (29/3).
Baca Juga: Merdeka Copper Gold (MDKA) Akuisisi Aset Tambang Nikel, Simak Rekomendasi Sahamnya
Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana juga melihat pada tahun ini pergerakan IDX non-cyclicals berpeluang kembali menguat. Terbukanya lagi pintu mudik dan kegiatan keagamaan diperkirakan bisa mengangkat kinerja dari emiten sektor ini, meskipun masih akan cenderung selektif.
"Adanya katalis pelonggaran mobilitas dan pemulihan ekonomi diperkirakan akan turut memulihkan dan meningkatkan kinerja dr sektor non-cyclicals," imbuh Herditya.
Kendati begitu, Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata memberikan catatan. Terlepas dari kenaikan kepercayaan konsumen ke level sebelum pandemi, tapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Terutama jika dilihat dari pendekatan "top-down".
Adanya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% bisa menjadi kendala. "Meskipun Menteri Keuangan telah menyatakan bahwa kebutuhan dasar, layanan kesehatan, pendidikan, sosial, dan beberapa jenis layanan lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN hingga kenaikan PPN 1%, masih banyak sektor yang terpengaruh dengan nilai tambah pajak," ujar Liza.
Di sisi lain, pemerintah pun tidak bisa mempertahankan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng di harga Rp14.000, yang pada akhirnya menyerahkan harga salah satu barang kebutuhan pokok masyarakat itu kepada mekanisme pasar.
Baca Juga: Tingginya Harga CPO Bisa Jadi Katalis Positif untuk Kinerja AALI Tahun Ini
Selain pajak, lonjakan harga komoditas dunia yang menjadi bahan baku industri konsumer seperti gandum dan Crude Palm Oil (CPO) menjadi tantangan serius bagi emiten di sektor consumer. "Kenaikan harga komoditas akan memberatkan konsumen selaku end-user yang terbebani saat harga produk yang melonjak," imbuh Liza.
Hal senada juga disampaikan oleh Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya, yang memandang bahwa untuk saat ini margin emiten di sektor consumer masih terganggu akibat kenaikan harga komoditas yang signifikan. Mempertimbangkan kondisi ini, Christine pun memberikan rekomendasi hold untuk saham emiten konsumen primer.
"Walaupun permintaan tinggi menjelang ramadan, kita lihat margin mereka masih tertekan," ujar Christine.
Adapun secara teknikal, di jajaran emiten sektor consumer non-cyclicals ini Herditya menjagokan saham JPFA, MYOR, CPIN, dan CPRO. Untuk keempat saham tersebut, Herditya memberikan rekomendasi buy.