kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Disebut penguasa lahan ibukota baru, inilah sepak terjang bisnis Sukanto Tanoto


Sabtu, 21 September 2019 / 05:30 WIB
Disebut penguasa lahan ibukota baru, inilah sepak terjang bisnis Sukanto Tanoto


Reporter: Jane Aprilyani, Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Rencana  pemerintah memindahkan ibukota baru di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur mencuatkan nama  taipan gaek, Sukanto Tanoto. Pasalnya, salah satu perusahaannya yakni PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) memegang konsesi alias hak penggunaan lahan di lahan bakal ibukota baru.

Lantas siapa Sukanto Tanoto?   Seperti pernah dimuat di Harian Kontan, 29 September 2016,  Nama Sukato  Tanoto dalam dunia bisnis di Indonesia sangat diperhitungkan. Pria kelahiran Belawan, 25 Desember 1949 ini adalah pendiri Grup Royal Golden Eagle (RGE), konglomerasi bisnis yang bergerak di berbagai bidang industri, seperti kayu lapis, pulp and paper, rayon, kebun kelapa sawit, energi, dan lainnya.

Baca Juga: Sukanto Tanoto siap serahkan lahan di Kaltim untuk pembangunan ibu kota baru

Usahanya pun menyebar di berbagai negara. Selain di Indonesia, sayap bisnis sukanto membentang di China, Singapura, Kanada, dan Brasil.

Kiprah Sukanto diawali dari CV Karya Pelita yang berdiri pada tahun 1972. Sebagai seorang yang jeli melihat peluang bisnis, ia melihat adanya celah bisnis yang menggiurkan dari hilangnya produk kayu lapis asal Singapura. Melalui Karya Pelita, ia menjadi pioner bagi industri kayu lapis di Tanah Air. Kesuksesan pun membawa perubahan nama Karya Pelita menjadi PT Raja Garuda Mas, setahun kemudian.

Satu demi satu perusahaan pun berdiri. Dari kayu lapis, dia melirik bisnis kelapa sawit, pulp and paper dan lainnya. Nama Sukanto pun diperhitungkan dalam dunia bisnis.

Sempat mengembang, bisnis Sukanto rupanya tak imun dari hantaman krisis. Krisis ekonomi 1997/1998 menyeret RGE. Rontoknya rupiah membuat konglomerasi ini terjerat utang Rp 2,1 triliun dan harus menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Ini karena saat krisis mulai menyerang Indonesia, RGE tetap mengambil pendekatan untuk berinvestasi.

Baca Juga: Sukanto Tanoto kuasai lahan calon Ibukota, ini penjelasannya

Ibarat jatuh tertimpa tangga, lagi-lagi pil pahit harus ditelan. Tahun 1999, Soekanto harus menutup PT Inti Indorayon Utama, perusahaan bubur kertas. Selain masalah keuangan, masyarakat menuding limbah industri telah mencemari Danau Toba.




TERBARU

[X]
×