Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah kian berotot terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Faktor eksternal yang mendukung dan optimisme terhadap perekonomian Indonesia menjadi penopangnya.
Berdasarkan Bloomberg, rupiah spot ditutup berada di level Rp 15.436 per dolar AS pada Selasa (20/8). Secara harian, Mata Uang Garuda ini menguat 0,74%.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan bahwa secara umum mata uang emerging market menguat terhadap dolar AS. Ini didorong dari rentetan beberapa data ekonomi AS yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan.
"Sehingga membuat ekspektasi penurunan suku bunga the Fed bisa terealisasi pada FOMC September mendatang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (20/8).
Baca Juga: Rupiah Diproyeksi Lanjutkan Penguatan pada Perdagangan Rabu (21/8)
Walaupun memang, sejak awal tahun rupiah masih turun tipis dibandingkan akhir tahun 2023. Namun, penguatan saat ini mencerminkan mendinginnya efek ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan memudarnya ketidakpastian suku bunga the Fed.
Josua menilai, rupiah masih berpotensi menguat lebih lanjut. Hanya saja, penguatannya cenderung lebih terbatas lantaran masih terdapat sejumlah risiko.
Dijelaskan, penguatan yang lebih terbatas karena neraca perdagangan Indonesia pada Juli mencatatkan penurunan ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, risiko geopolitik juga masih membayangi lantaran tidak dapat diukur dan berpotensi terjadi sewaktu-waktu.
"Tercermin dari permintaan emas yang tinggi sehingga mendongkrak harganya, yang berarti pasar tetap waspada bahwa risiko geopolitik bisa muncul kapan saja," sebutnya.
Di sisi lain, prospek ekonomi Indonesia masih baik. Josua menyebut, meskipun neraca perdagangan turun, tetapi neraca transaksi berjalan Indonesia masih dalam level 'manageable'. Kemudian, defisit fiskal Indonesia juga dijaga di bawah 3% sehingga menjaga fundamental rupiah.
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Menguat 0,71% pada Selasa (20/8)
Selain itu, IMF juga menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih prospektif sehingga membuat optimisme investor asing tetap tinggi. "Makanya penguatan rupiah di bulan ini menjadi yang terbesar dibanding mata uang Asia lainnya," sebut Josua.
Ruang penguatan rupiah juga tetap ada karena didukung nilai wajarnya yang masih 'under value' berdasarkan Bank for International Settlements. "Sehingga ruang penguatan tetap ada, tapi faktor geopolitik akan membatasi penguatan lebih lanjut," sambungnya.
Dengan demikian, ia memproyeksikan rupiah akan berada direntang Rp 15.500 - Rp 15.800 sampai dengan akhir tahun 2024.
Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual juga melihat positif fundamental rupiah. Tercermin dari apresiasi pasar terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Namun memang, untuk sektor riil stabilitas rupiah lebih penting.
"Penguatan dan pelemahan yang terlalu signifikan bisa mengganggu 'confident' pelaku usaha," sebutnya.
Namun kata David, level Rp 15.500 sudah cukup baik bagi ekonomi dan bisnis, sejalan dengan fundamental rupiah. Sehingga, ia memperkirakan rupiah juga akan berada dikisaran level saat ini hingga akhir tahun. Menurutnya, level saat ini sudah 'price-in' dengan pemangkasan suku bunga dua kali hingga Desember mendatang sebesar 50bps.
Dengan demikian, David memperkirakan pada akhir tahun rupiah akan berada direntang Rp 15.300 - Rp 15.800 per dolar AS. Sementara Josua memproyeksikan rupiah akan berada di rentang Rp 15.500 - Rp 15.800 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News