Reporter: Riska Rahman | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana akuisisi yang akan dilakukan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) diprediksi mampu memperkuat penjualan di masa depan. Meski begitu, perusahaan tekstil ini masih dihantui bayang-bayang rasio utang yang cukup besar.
Baru-baru ini, SRIL dan anak usahanya, PT Sinar Pantja Djaja (SPD) menadatangani perjanjian jual beli saham bersyarat PT Primayudha Mandirijaya (PM) dan PT Bitratex Industries (BI). Pengambilalihan tersebut dilakukan demi memperkuat penjualan, terutama pasar ekspor.
Tak heran SRIL memilih kedua perusahaan ini untuk diakuisisi. Pasalnya, PM dan BI telah memiliki pasar ekspor yang cukup kuat.
Mengutip situs resmi PM, sebesar 80% produksi benang pintal alias yarn diekspor ke 45 negara di dunia. Sementara itu, BI bahkan mengekspor 90% yarn hasil produksi setiap tahun hingga ke 50 negara di dunia.
Direktur Utama SRIL Iwan Setiawan sempat menyatakan, rencana akuisisi yang akan dijalankannya bertujuan untuk memperkuat pasar ekspor. Ia ingin semakin meningkatkan kontribusi penjualan ke Amerika Serikat dari 10% menjadi 12%, dan ke Eropa dari 8% menjadi 9% pada 2018 nanti.
Meski belum menyebutkan besaran dana yang dibutuhkan untuk mengambil alih dua perusahaan pemintalan benang ini, Iwan mengaku mempertimbangkan pendanaan dari utang maupun ekuitas untuk membiayai akuisisi ini.
Head of Research OSO Sekuritas melihat, pendanaan yang paling tepat untuk SRIL ialah dari penerbitan saham baru alias rights issue. Pasalnya, rasio utang terhadap ekuitas alias debt to equity ratio (DER) SRIL saat ini cukup besar.
"DER SRIL saat ini berada di angka 178%, karena operasional mereka banyak dibiayai oleh utang. Untuk menekan rasio utang yang semakin membengkak, perusahaan sepertinya bisa mempertimbangkan opsi rights issue jika mereka butuh pendanaan," ujar Riska kepada KONTAN, Minggu (17/12).
Ia melihat langkah penambahan modal tanpa melalui hak memesan efek terlebih dahulu atau private placement yang dilakukan pemegang saham mayoritas SRIL, PT Huddleston Indonesia, merupakan langkah yang tepat. Dengan begitu, SRIL semakin mampu memperkuat posisi ekuitas.
Riska pun memandang positif rencana pengambilalihan PM dan BI yang akan dilakukan SRIL. Akuisisi ini dipandang mampu meningkatkan pendapatan perusahaan tekstil ini selain semakin memperkuat pasar ekspor mereka.
Hal tersebut pun direspon positif oleh para pelaku pasar. Pada penutupan perdagangan Jumat (15/12) lalu, saham SRIL mencatat kenaikan 5,65% ke level Rp 374 per saham. Riska merekomendasikan buy saham SRIL dengan target harga Rp 500 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News