Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) agresif melakukan akuisisi dan meraih kontrak baru sepanjang tahun 2024. DOID mengusung strategi diversifikasi untuk membuka peluang pertumbuhan dan mengurangi ketergantungan terhadap batubara thermal.
Direktur Utama Delta Dunia Makmur Ronald Sutardja mengatakan, DOID melakukan diversifikasi bisnis, komoditas dan wilayah operasi. Tak hanya menjadi kontraktor jasa pertambangan, DOID juga menjadi pemilik tambang melalui akuisisi terhadap aset di luar negeri.
Tak cuma bertumpu pada batubara thermal, DOID juga menggarap batubara metalurgi serta komoditas mineral strategis untuk transisi energi. Dalam strategi ini, DOID menggelar tiga akuisisi melalui entitas dari anak usahanya, PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA).
Pertama, pada Juni 2024 BUMA International menuntaskan akuisisi mayoritas saham Atlantic Carbon Group, Inc (ACG) senilai US$ 122,4 juta. ACG merupakan produsen antrasit Ultra-High-Grade (UHG) terbesar kedua di Amerika Serikat (AS), yang merupakan komoditas penting untuk produksi baja rendah karbon.
Kedua, pada November 2024 BUMA International menandatangani perjanjian dengan Peabody Energy Corporation, untuk mengakuisisi 51% saham di Dawson Complex. Salah satu tambang batubara metalurgi terbesar di Australia.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Gelar Akuisisi di 2024, Simak Rekomendasi Saham yang Layak Dikoleksi
Ketiga, pada awal Desember ini BUMA Singapore telah meneken perjanjian untuk mencaplok 19,9% saham 29Metals senilai AUD 62 juta. 29Metals merupakan perusahaan tambang tembaga di Australia.
"Tahun ini nggak mudah. Tapi dalam kondisi ini pun kinerja kami masih sehat, dan bisa melakukan investasi untuk diversifikasi agar ke depannya bisa lebih kuat lagi," kata Ronald dalam paparan publik, Selasa (10/12).
Direktur Delta Dunia Makmur Iwan Fuad Salim mengatakan saat ini DOID masih fokus untuk menuntaskan akuisisi Dawson Complex dan 29Metals. Akuisisi 29Metals ditargetkan bisa tuntas bulan ini, sedangkan akuisisi Dawson Camplex diproyeksikan baru selesai pada kuartal II-2025.
Iwan bilang, strategi akuisisi tersebut akan mendongkrak kinerja DOID secara signifikan. Dia memberikan gambaran, kontribusi dari akuisisi Dawson Complex bisa mencapai US$ 130 juta - US$ 200 juta per tahun terhadap EBITDA.
Dengan asumsi proses akuisisi tuntas pada pertengahan 2025, maka Dawson setidaknya bisa menyumbang sekitar US$ 65 juta - US$ 100 juta terhadap EBITDA DOID pada tahun depan. Iwan pun menambahkan, sederet aksi akuisisi ini menjadi bagian dari strategi DOID untuk mendongkrak kontribusi dari bisnis non-batubara thermal.
Pada tahun 2028, DOID menargetkan proporsi pendapatan dari batubara thermal maksimal sebesar 50%. Adapun sampai semester I-2024, proporsi dari batubara thermal masih dominan, yakni 76%. Sementara kontribusi dari non-batubara thermal baru 24%.
Pada akhir tahun 2024, Iwan memproyeksikan kontribusi dari non-batubara thermal akan naik jadi 28%. Pendorongnya adalah kontribusi dari ACG. Iwan bilang, konsolidasi ACG juga akan berdampak positif untuk memperbaiki kinerja keuangan DOID pada periode sembilan bulan dan setahun penuh 2024.
Kontribusi dari ACG juga akan mendiversifikasi pendapatan DOID menjadi rupiah, dolar Australia dan dolar AS. "Tanpa mendahului hasil, tapi kami berharap akan lebih baik dibandingkan (periode) sebelumnya," kata Iwan.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Delta Dunia (DOID) yang Bakal Akuisisi 19,9% Saham 29Metals
Sejauh ini, laporan keuangan sembilan bulan 2024 DOID masih dalam proses audit. Jika berkaca dari kinerja separuh pertama 2024, pendapatan DOID turus tipis 0,24% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 854,97 juta.
Sementara secara bottom line, DOID berbalik rugi US$ 26,58 juta. Direktur Delta Dunia Makmur Dian Sofia Andyasuri menjelaskan penurunan kinerja DOID disebabkan oleh beberapa faktor, terutama kondisi cuaca yang ekstrem dan pelemahan nilai tukar.
Dian bilang, performa kuartalan sudah menunjukkan perbaikan. Khususnya dari sisi kerugian selisih kurs yang sudah turun drastis dari US$ 11,5 juta pada kuartal pertama menjadi US$ 0,7 juta pada kuartal kedua.
Di tengah cuaca ekstrem di Indonesia dan Australia, DOID mencetak overburden removel sebanyak 467,1 juta bank cubic meter (bcm) per Oktober 2024 atau turun 11% (yoy). Meski begitu, produksi batubara naik 4% (yoy) menjadi 73,4 juta ton.
Dian memperkirakan cuaca ekstrem akibat efek La Nina akan berlanjut hingga kuartal pertama tahun depan. "Kami tetap berkomitmen memenuhi target produksi. Kami mengurangi dampak cuaca ekstrem dengan terus meningkatkan pemulihan setelah hujan," terang Dian.
Meski masih dihadapkan pada kondisi cuaca ekstrem, Iwan optimistis kinerja DOID bakal membaik pada tahun depan. Selain dari kontribusi aset yang telah diakuisisi, DOID juga sudah mengamankan sejumlah kontrak dengan nilai cukup signifikan yang didapat pada tahun ini.
Melalui BUMA, pada bulan Agustus DOID telah meraih kontrak senilai Rp 12 triliun dengan PT Persada Kapuas Prima. Layanan pertambangan ini akan berlangsung selama masa operasional tambang, dengan fase awal direncanakan selama periode sembilan tahun.
Kemudian pada Oktober 2024, BUMA mengamankan perpanjangan kontrak 11 tahun senilai Rp 107,8 triliun dengan PT Indonesia Pratama, anak perusahaan PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Tak hanya di Indonesia, BUMA juga mendulang sejumlah kontrak tambang di Australia.
Baca Juga: Delta Dunia (DOID) Akuisisi 19,9% Saham Perusahaan Tambang Australia 29Metals
BUMA Australia menandatangani kontrak dengan Blackwater Operations Pty. Ltd., untuk menyediakan layanan penambangan pre-strip di tambang. Selain itu, BUMA Australia mendapatkan perpanjangan kontrak senilai AUD 200 juta di tambang Meandu dengan TEC Coal Pty Ltd.
Iwan bilang, kontrak baru dan perpanjangan kontrak itu menjadi modal DOID dalam menatap tahun 2025. DOID pun akan terus menjajaki potensi kontrak-kontrak baru, namun dengan lebih selektif pada proyek yang bisa mendongkrak laba.
"Kontrak baru tetap akan menjadi fokus. Tapi bagi kami volume saja sudah tidak jadi satu-satunya indikator. Kami juga harus pastikan mana yang lebih profitable," tandas Iwan.
Rekomendasi Saham
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat strategi akuisisi dan perolehan kontrak yang didapat DOID membuka peluang pertumbuhan yang lebih stabil. Sementara diversifikasi memberikan kontribusi positif untuk mengurangi ketergantungan DOID terhadap satu komoditas atau satu pasar tertentu.
Aksi agresif DOID pun sempat membuat harga sahamnya melonjak. Namun, dalam beberapa bulan terakhir laju saham DOID cenderung melandai. Pada perdagangan Selasa (10/12), DOID turun 1,54% ke posisi Rp 640 per saham.
Meski begitu, secara year to date harga saham DOID masih mengakumulasi kenaikan 81,82%. Hendra menilai, pelaku pasar pun cenderung merespons dengan wajar aksi korporasi yang dilakukan oleh DOID.
Menurut Hendra, pasar tampak masih mencermati risiko eksekusi pasca akuisisi, seperti integrasi operasional tambang baru, biaya utang dari akuisisi, serta fluktuasi harga komoditas global. Selain itu, investor juga mempertimbangkan waktu yang diperlukan DOID untuk merealisasikan potensi penuh dari aset yang diakuisisi.
"Dengan demikian, kenaikan harga saham DOID saat ini dapat dianggap wajar dan mencerminkan ekspektasi pasar secara hati-hati terhadap pertumbuhan perusahaan," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Selasa (10/12).
Baca Juga: Emiten Jasa Tambang Getol Ekspansi & Cari Kontrak Baru, Simak Rekomendasi Sahamnya
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer sepakat, aksi yang dilakukan DOID mencerminkan diversifikasi risiko, yang dapat meningkatkan stabilitas kinerja dalam jangka panjang. Miftahul mengamini, pelaku pasar tampak masih menunggu hasil atas efektivitas strategi yang dijalankan DOID.
Terutama integrasi operasional dan potensi kontribusi pendapatan dari aset baru. "Dalam jangka menengah, kinerja DOID akan sangat tergantung pada kemampuan perusahaan merealisasikan efisiensi dan pertumbuhan dari aset yang diakuisisi," terang Miftahul.
Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengamati tren harga DOID berbalik downtrend sejak Juli. Sejauh ini, pergerakan DOID masih dalam fase downtrend, dengan indikator MACD menunjukkan tanda pelemahan begitupula Stochastic yang berada di area oversold.
Kendati begitu, Herditya menilai saham DOID masih menarik untuk speculative buy mencermati support Rp 610, resistance Rp 665, untuk target harga Rp 675 - Rp 710. Sementara itu, Miftahul menyarankan trading buy saham DOID dengan target harga Rp 680 per saham.
Sedangkan Hendra menyarankan buy on weakness saham DOID pada level Rp 610 untuk target harga Rp 790 per saham. "Valuasi saham yang masih atraktif serta potensi pertumbuhan dari akuisisi dan kontrak baru menjadi katalis utama untuk jangka menengah hingga panjang," tandas Hendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News