Reporter: Albertus M. Prestianta, Amailia Putri Hasniawati, Wahyu Satriani , Sandy Baskoro | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pesona pasar finansial Indonesia semakin menggoda asing. Kabar terbaru, para pemodal asal Jepang kini lebih memilih masuk Indonesia ketimbang pasar China dan India.
Investor Jepang siap menanamkan sebagian dananya ke pasar ASEAN, terutama Indonesia. Pasalnya, prospek pertumbuhan di kawasan ini cukup kuat.
Lipper, sebuah perusahaan riset reksadana global, mencatat investor Jepang telah menarik dana senilai US$ 366 juta dari pasar saham di China, India dan Brazil selama September lalu. Cabutnya investor Jepang mengerek arus keluar dana asing dari ketiga negara itu senilai US$ 7,4 miliar dalam setahun terakhir.
Di periode yang sama, investor dari Negeri Matahari Terbit itu menginvestasikan dananya senilai US$ 624 juta ke reksadana saham di negara emerging market.
Bahkan, investor ritel Jepang tahun lalu mengguyur US$ 478 juta ke pasar reksadana Indonesia. Ini menempatkan Indonesia sebagai negara terpopuler dalam pasar reksadana di kawasan Asia.
Perusahaan pengelola dana seperti Sumitomo Trust Asset Management menerbitkan produk reksadana yang fokus pada pasar ASEAN. "Investor Jepang tertarik masuk pasar Indonesia karena prospeknya cerah, dengan didukung permintaan domestik yang kuat," ujar Namie Katayama, Product Marketing Manager PCA Asset Management, seperti dikutip Reuters, kemarin.
Dia menambahkan, setelah berinvestasi di China, India dan Brazil, investor kini percaya bahwa Indonesia cukup berpotensi dalam jangka panjang, dengan dukungan komoditas seperti batubara dan minyak sawit mentah.
Abiprayadi Riyanto, Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI), meyakini Indonesia masih menjadi tempat yang menarik bagi investor asing pada tahun depan. Dengan fundamental ekonomi yang kuat, investor akan berlomba-lomba masuk ke Indonesia. Tapi Abiprayadi mengingatkan bahwa Indonesia perlu mempertahankan kepercayaan pemodal asing agar tidak sekadar menjadi investor instan.
Asing jangan dominan
Analis AM Capital, Janson Nasrial, menilai dana asing yang masuk ke Indonesia paling banyak menyasar obligasi. "Mereka masuk melalui reksadana yang aset dasarnya obligasi," ujar dia.
Imbal hasil yang menarik menjadi alasan asing gencar menaruh dananya di surat utang negara (SUN). Return SUN year to date mencapai 12%, atau lebih menarik ketimbang saham sebesar 0,6%
Suluh Adil Wicaksono, analis Asia Kapitalindo Futures melihat, ASEAN dinilai kebal terhadap efek krisis Eropa. Di kawasan ini, Indonesia dianggap paling baik karena stabil dari segi ekonomi, keamanan dan politik.
Penurunan BI rate menjadi 6,5% juga tepat dan tidak mempengaruhi persepsi pelaku pasar asing terhadap Indonesia. Menurut Suluh, penurunan BI rate sejatinya mencegah dana asing masuk terlalu deras ke Indonesia. Jika dana asing terlalu dominan, pasar keuangan Indonesia bisa bergejolak, apabila dana asing sewaktu-waktu keluar dalam nilai yang besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News