kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.501.000   -95.000   -3,66%
  • USD/IDR 16.785   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.647   2,68   0,03%
  • KOMPAS100 1.194   -2,61   -0,22%
  • LQ45 847   -5,47   -0,64%
  • ISSI 309   -0,04   -0,01%
  • IDX30 437   -2,15   -0,49%
  • IDXHIDIV20 510   -4,16   -0,81%
  • IDX80 133   -0,62   -0,47%
  • IDXV30 139   0,36   0,26%
  • IDXQ30 140   -0,77   -0,54%

Dana Asing Kabur Rp 42,34 Triliun dari Pasar Saham pada 2025, Cek Proyeksinya di 2026


Selasa, 30 Desember 2025 / 19:38 WIB
Dana Asing Kabur Rp 42,34 Triliun dari Pasar Saham pada 2025, Cek Proyeksinya di 2026
ILUSTRASI. Dana asing keluar dari pasar saham Indonesia sepanjang 2025. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana asing tercatat mengalir keluar dari pasar saham sepanjang tahun 2025. Proyeksinya, kondisi ini bisa membaik dan asing diprediksi bisa kembali mencatatkan net buy di pasar saham tahun 2026.

Di hari terakhir perdagangan tahun 2025, Selasa (30/12/2025), aliran dana asing tercatat keluar Rp 937,79 miliar di seluruh pasar dan Rp 888,53 miliar di pasar reguler.

Sejak awal tahun, aliran dana asing sayangnya tercatat keluar Rp 17,34 triliun year to date (YTD) di seluruh pasar dan Rp 42,34 triliun YTD di pasar reguler. 

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat melihat, keluarnya asing dari pasar saham Indonesia diakibatkan oleh melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal itu membuat investor asing merasa bakal rugi, meskipun saham-saham di Indonesia tengah naik sepanjang tahun ini.

Baca Juga: IPO BEI di 2025: Target 45, Realisasi 26 dengan Nilai Fundraise Lampaui Target

Namun, kondisinya sebenarnya membaik dengan net buy tercatat Rp 37,13 triliun di seluruh pasar dan Rp 3,55 triliun di pasar reguler dalam tiga bulan terakhir.

Kata Teguh, hal itu didorong oleh penurunan suku bunga The Fed dan adanya quantitative tightening yang membuat jumlah dolar AS yang beredar di seluruh dunia meningkat. Kondisi itu membuat bursa lain, seperti Jepang dan China naik tinggi, termasuk juga ke Indonesia.

“Tapi, alirannya tidak sederas seperti ke Jepang dan China karena Indonesia cuma sekadar diversifikasi portofolio,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (30/12/2025).

Analis Indo Premier Sekuritas (IPOT) David Kurniawan melihat, ada beberapa alasan mengapa net sell asing tercatat sepanjang 2025.

Pertama, suku bunga global masih tinggi yang menyebabkan investor asing lebih memilih aset aman, seperti US bond dan dolar Amerika Serikat (AS). Lalu, risk-off sentimen global akibat konflik geopolitik dan perlambatan ekonomi, serta rotasi dana ke obligasi Indonesia (SBN/SRBI) yang imbal hasilnya lebih menarik.

Baca Juga: Stimulus BLT Jadi Katalis Jangka Pendek bagi Emiten, Ini Catatan Analis

“Emiten yang paling banyak dilego asing umumnya blue chip likuid. Seperti, BBCA, BBRI, BMRI, TLKM, serta sebagian saham komoditas saat harga melemah,” katanya kepada Kontan, Selasa (30/12/2025).

Kepala Riset Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi mengatakan, outflow asing di pasar saham domestik murni karena yield war US Treasury dan Stimulus China yang membuat ada peralihan aliran dana dari bursa ASEAN. Karenanya, bursa Indonesia pun menjadi kalah menarik.

Emiten yang paling banyak dilego asing adalah saham yang paling likuid seperti Big Banks (BBRI, BBCA), TLKM, dan ASII.

“Mereka dilepas bukan karena fundamental yang jelek, tetapi karena asing butuh dana cepat dan mereka menjual saham yang paling mudah dijual,” ungkapnya kepada Kontan, Selasa (30/12/2025).

Di tahun 2026, kondisi ini diproyeksikan bisa membaik dan net buy dapat kembali tercatat di pasar saham Indonesia. 

Baca Juga: IHSG Menguat Tipis di Akhir Perdagangan 2025, Awal 2026 Berpotensi Konsolidasi

David bilang, aliran dana asing di tahun 2026 berpotensi lebih baik dibanding 2025, tapi belum sepenuhnya deras. Jika The Fed mulai memangkas suku bunga, minat asing ke emerging market bisa meningkat.

“Namun, aliran dana asing masih selektif, tidak broad-based seperti era likuiditas longgar,” ungkapnya.

Untuk IHSG di tahun 2026, masuknya dana asing nanti bisa menjadi katalis penguat indeks, terutama ke saham big caps.

”Tanpa asing pun IHSG masih bisa naik, tapi lajunya lebih terbatas dan tidak merata,” tuturnya.

Sektor yang berpotensi menjadi pintu masuk asing di tahun 2026 adalah sektor perbankan besar, energi dan komoditas, serta sektor telco dan consumer staples.

Untuk perbankan besar, alasannya berasal dari likuiditas tinggi dan fundamental kuat. Seperti, BBCA, BBRI, dan BMRI.

Untuk sektor energi dan komoditas, alasannya karena siklus harga global. Yaitu, ADRO, ANTM, dan MDKA. Sementara, sektor sektor telco dan consumer staples karena termasuk sektor defensif dan memiliki arus kas yang stabil.

Menurut David, jika IHSG tahun 2026 masih di area all time high, maka fokus ke saham dengan likuiditas tinggi, berfundamental kuat, dan bervaluasi masuk akal.

“Target harga bersifat bertahap mengikuti arus dana asing dan sentimen global, bukan agresif seperti era bull market penuh,” katanya.

Wafi mengatakan, tahun 2026 bisa menjadi tahun perbaikan. Asing kemungkinan balik bisa seiring dengan The Fed yang memotong bunga dan dolar AS yang melemah. Hal tersebut bisa membuat pergerakan IHSG semakin kencang dan berkelanjutan. 

“Bedanya, jika di tahun 2025 IHSG naik karena saham lapis kedua, sementara di tahun 2026 kenaikan akan dipimpin oleh saham blue chip (LQ45) yang didorong inflow asing,” tuturnya.

Menurut Wafi, sektor utama yang menjadi pintu masuk asing adalah emiten big banks dan telco, karena valuasi yang sudah murah. 

“Asing butuh size & likuiditas besar, sehingga tidak mungkin langsung masuk ke saham gorengan,” ungkapnya. Wafi pun menyarankan investor untuk memperhatikan saham BBRI, TLKM, dan BMRI dengan target harga masing-masing Rp 5.600 per saham, Rp 4.500 per saham, dan Rp 7.000 per saham.

Teguh bilang, potensi kembali masuknya dana asing ke pasar saham Indonesia tentu akan membuat IHSG akan menguat pada tahun 2026. 

Sektor yang akan menarik investor asing di tahun depan adalah sektor komoditas yang masih jadi favorit lantaran harga global yang masih dalam tren kenaikan hingga tahun 2026. Komoditas yang diproyeksikan bakal jadi primadona pada tahun depan adalah batubara dan nikel.

Teguh pun merekomendasikan beli untuk ITMG dan NCKL dengan target harga masing-masing Rp 30.000 per saham dan Rp 1.500 per saham.

Selanjutnya: Berkunjung Ke IKN, Gibran Sebut Proyek Pembangunan Tetap Dilanjutkan

Menarik Dibaca: 5 Kesalahan Pakai Cleansing Balm yang Harus Dihindari, Bikin Komedoan!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×