Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
Selain pengaruh dari eksternal, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga di level 5,75% membuat prospek SBN lebih baik lagi. Ini akan mendorong daya tarik pasar surat utang tanah air dalam beberapa bulan ke depan atau hingga akhir tahun karena menilai tingkat inflasi sudah terkendali.
Sebagai gambaran, Rully memaparkan bahwa real yield Indonesia saat ini berada di posisi yang menarik. Jika melihat tingkat yield SUN tenor 10 tahun saat ini berkisar 6,68% yang dikurangi dengan tingkat inflasi 5,47% maka menciptakan real yield di level 1,21%. Sedangkan, real yield Amerika Serikat berada di posisi minus 2,67%.
Inflasi Indonesia dianggap masih cukup baik, meskipun ada risiko dalam jangka pendek dan menengah dari kenaikan bahan makanan jelang Ramadan dan lebaran. Tetapi, secara keseluruhan, kenaikan suku bunga BI tidak begitu agresif yang hanya 225 bps atau setengah dari kenaikan suku bunga The Fed sebesar 450 bps.
Baca Juga: IHSG Terus Tertekan, Cermati Strategi Investasi dan Saham Rekomendasi Analis
Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah sejak awal tahun turut menjadi katalis positif bagi pasar obligasi Indonesia, disaat indeks dolar AS (DXY) alami depresiasi. Menguatnya rupiah tidak terlepas dari positifnya keuangan negara yang tercermin dari APBN yang mencetak surplus sebesar Rp 131,8 triliun pada Februari 2023.
Menurut Rully, nilai tukar rupiah saat ini masih akan berada di atas Rp 15.000 per dolar AS.
Namun, apabila terdapat sinyal kuat the fed menghentikan kenaikan suku bunga efek dari tekanan perbankan, maka rupiah cukup optimistis menguat di bawah Rp 15.000 per dolar AS atau tepatnya di Rp 14.855 per dolar AS pada akhir tahun.
“Terjaganya kestabilan rupiah berpotensi mendorong masuknya investor asing ke pasar SBN,” ungkap Rully.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News