Reporter: Aris Nurjani | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Pemerintah China tengah mempertimbangkan melonggarkan larangan impor batubara Australia. Kebijakan ini akan berdampak pada perdagangan batubara Indonesia.
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya mengatakan kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah China tersebut bukan menjadi ancaman besar bagi emiten batubara Indonesia.
"Emiten batubara Indonesia sudah mempersiapkan diri untuk mengembangkan hilirisasi & ekspansi ke berbagai bisnis," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (5/1).
Namun, Cheril mengatakan China merupakan importir batubara terbesar di Indonesia sehingga rencana tersebut akan memberikan tantangan bagi penjualan batubara Indonesia ke depan.
Baca Juga: IHSG Anjlok Dua Hari Berturut-turut, Ini Pemicunya
Adapun prospek ke depanya, untuk jangka panjang pemerintah sudah mengarahkan untuk beralih ke energi baru terbarukan (EBT). Sehingga emiten yang akan bertumbuh atau berkembang adalah yang menerapkan ekspansi dari batubara ke energi hijau.
Cheril mengatakan harga batubara saat ini naik 120% secara tahunan. Namun, ketika melemah harga batubara akan tetap lebih tinggi dibandingkan beberapa tahun terakhir sehingga masih ada ruang pertumbuhan bagi emiten batubara.
Sementara, Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengatakan dampak kebijakan China tersebut cukup signifikan, karena akan terjadi peralihan permintaan batubara ke Australia.
"Produsen dari Indonesia akan kehilangan sebagian konsumen dan harga batubara juga dapat terkoreksi dengan meningkatnya pasokan dari Australia," tuturnya.
Pandhu mengatakan emiten batubara akan berat ke depannya lantaran jika hanya mengandalkan dari tambang batubara dan harus mulai untuk mengembangkan lini bisnis lainya untuk meningkatkan kinerja.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Sektor Batubara yang Diramal Mengempis Tahun Depan
Yaitu dapat melakukan hilirisasi atau akuisisi tambang yang lebih prospektif seperti nikel atau masuk ke bisnis ekosistem kendaraan listrik.
Misalkan tanpa pelonggaran dari china terhadap batubara Australia, Pandhu berkayakinan batubara memiliki prospek yang cenderung negatif. Lantaran cepat atau lambat harga batubara akan turun seperti yang terjadi pada komoditas minyak dan CPO.
Menurut Pandhu pada tahun 2023 harga batubara di perkirakan masih akan tetap di atas US$ 200 per ton dibandingkan beberapa tahun sebelumnya yang di level US$ 70 per ton hingga US$ 100 per ton.
Baca Juga: Ini Faktor Pendorong Pendapatan Adaro Energy (ADRO) Melonjak 130% di Kuartal III-2022
Pandhu merekomendasikan untuk saham-saham batubara lebih baik untuk trading jangka pendek lantaran lebih menarik dibandingkan untuk jangka panjang karena risiko lebih tinggi daripada potensi keuntungan.
"Sebaiknya tunggu sinyal positif dulu karena kurang cocok untuk hold jangka panjang dan tidak perlu buru-buru untuk masuk," tutupnya.
Menurut Cheril investor dapat mencermati beberapa emiten batubara kedepannya seperti ADRO dengan target harga Rp 3.700, ITMG dengan target harga Rp 40.300, INDY dengan target harga Rp 2.800.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News