Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi menjadi salah satu usaha Teguh Kurniawan Harmanda dalam mendapatkan pundi-pundi rupiah. Pria yang saat ini menjabat sebagai Chief Operations Officer Tokocrypto, salah satu exchange aset kripto di Indonesia, mengatakan bahwa investasi sama halnya seperti berdagang atau menjadi pengusaha karena kita harus menentukan jenis investasi apa yang sesuai dengan pasar yang ada saat itu.
Teguh masuk ke dunia investasi praktis setelah menyelesaikan sekolah magisternya mengenai valuasi bisnis. Mulanya, dia mencoba beberapa investasi yang bersifat konvensional seperti tanah, properti, logam mulia, dan saham. Akan tetapi, rekannya kala itu mengajak untuk melihat jenis investasi yang baru, yakni aset kripto.
Tahun 2017 menjadi tahun pertamanya kenal dengan aset kripto. Pada awalnya Teguh hanya ikut-ikutan dan pengetahuan tentang aset ini masih sangat sedikit. Bahkan kala itu masih belum ada regulasi pemerintah yang mengatur tentang aset kripto.
Teguh bilang, dia merasa cocok pada instrumen investasi jenis aset kripto karena dia termasuk orang dengan profil risiko tinggi. "Banyak belajar dan banyak bertanya, serta berani pada kondisi pasar saat itu, modal kepercayaan saya pada jenis investasi ini. Tidak lupa juga dengan melihat perkembangan dan pengaruh teknologinya,” kata Teguh.
Baca Juga: Tokocrypto siapkan berbagai inisiasi proyek blockchain dalam waktu dekat
Dia menambahkan bahwa prinsipnya dalam berinvestasi adalah perlu diversifikasi aset. Dia tidak hanya menyimpan aset pada satu instrumen investasi tertentu.
Dalam keranjang investasinya saat ini, Teguh menyimpan 70% dari asetnya di pasar spot aset kripto dan dana lindung nilai. Selain itu, 20% lainnya dia simpan di properti lahan dan properti. Sisa portofolio Teguh berada di saham dan reksadana.
Awalnya dia sulit untuk mencocokkan instrumen investasi dan profil investasinya. Akan tetapi, dengan mengikuti beberapa forum, dan membaca mengenai aset kripto, dia belajar mengenai teknologi, persentase keuntungannya, serta bagaimana cara mitigasi risiko. “Hal ini yang menjadi tantangan bagi saya karena butuh waktu sedikit lama untuk benar-benar memahami analisa baik secara teknikal maupun fundamental,” ujar Teguh.
Baca Juga: Mendeteksi Pedagang Aset Kripto Bodong
Saat ini Teguh berpandangan bahwa aset kripto sedang meningkat dengan pesat, terutama di Indonesia. Teguh yang mengutip data Bappebti mengatakan bahwa di tahun 2020 terdapat sebanyak 2,5 juta investor aset kripto di Indonesia. Per Mei 2021 angka tersebut naik menjadi 6,5 juta.
Pesatnya jumlah investor aset kripto beriringan dengan pesatnya nilai transaksi aset kripto saat ini. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan, tahun 2020 terdapat Rp 60 triliun nilai transaksi aset kripto di Indonesia. Sedangkan sejak awal tahun sampai Mei 2021, sudah ada Rp 370 triliun nilai transaksi. “Jadi saya dapat simpulkan bahwa iklim investasi di aset kripto itu sangat kondusif di Indonesia, selain regulasinya yang jelas juga likuiditas pasar yang sangat besar,” ujar Teguh.
Dia menilai, aset kripto mempunyai potensi kenaikan harga yang tinggi. Selain itu, berkat dukungan teknologi blockchain, proses pembayaran mata uang digital menjadi cepat, aman, dan mudah.
Walaupun begitu, dia melihat saat ini masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh pemula dalam berinvestasi, salah satunya adalah fear of missing out (FOMO). Teguh menilai banyak investor pemula yang terbawa tren dan menggunakan dana panas dalam berinvestasi. Ini bakal merugikan investor.
Baca Juga: Banyak pedagang kripto ilegal, berikut cara memilih pedagang kripto resmi
Teguh mengatakan, investor sebaiknya jangan hanya fokus pada keuntungan yang bisa didapatkan melainkan persiapkan juga untuk kemungkinan terburuknya. “Yang paling penting jangan pernah menggunakan dana panas atau uang bergerak, dana darurat, apalagi dana pinjaman. Gunakanlah dana dingin atau uang mengendap, mungkin juga dana yang sudah dialokasikan untuk investasi,” kata Teguh.
Dia menambahkan, hal yang tidak boleh dilupakan adalah jangan berinvestasi karena terpengaruh omongan orang lain. “Apalagi yang tidak memiliki kapasitas menjelaskan tentang jenis instrumen investasi tersebut,” pungkas Teguh.
Baca Juga: Harga Bitcoin tembus lagi level US$ 40.000, berpeluang ke US$ 48.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News