Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menyongsong tahun 2018, instrumen berbasis saham diprediksi masih menjadi favorit. Namun, investor tetap harus cermat menentukan komposisi portofolio investasi demi mendapatkan imbal hasil maksimal.
Chief Economist & Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Katarina Setiawan mengatakan, secara matematis instrumen saham masih unggul. Terlebih jika melihat return yang didapat. Ini mengacu pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dihitung bisa tumbuh hingga ke level 6.800-7.000 pada tahun mendatang.
Keperkasaan IHSG datang lantaran masih dinaungi sejumlah sentimen positif. Salah satunya adalah membaiknya perekonomian global. Ini terlihat dari proyeksi International Monetary Fund (IMF) yang optimistis ekonomi dunia bisa tumbuh hingga 3,7% tahun depan.
Angka tersebut lebih tinggi dari target tahun 2017 yang hanya di 3,6%. "Seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi global, pemerintah bisa fokus mengejar target ekonomi dan kinerja emiten yang berorientasi ekspor akan membaik," kata Katarina, Selasa (12/12).
Aktivitas perekonomian dalam negeri tahun depan bakal menghangat dengan penyelenggaran Asian Games dan Pilkada serentak. "Anggaran serta subsidi pemerintah untuk kedua event tersebut akan bertambah, sehingga membantu peningkatan kinerja emiten yang berorientasi pada pasar domestik," terang dia.
Walau begitu, pesta demokrasi yang berlangsung tahun depan bukan tanpa risiko. Pasalnya, hal itu bisa menimbulkan peningkatan volatilitas pasar finansial.
Dari eksternal, bakal ada katalis negatif dari pergerakan minyak dunia. Belum lagi situasi geopolitik global juga berpotensi memberi sentimen negatif ke pasar.
Prospek obligasi
Head of Intermediary Business Schroders Investment Management Teddy Oetomo pun masih mengunggulkan saham. Tapi instrumen obligasi tidak kalah menarik.
Alasan dia, pasar obligasi Indonesia sedang dalam tren positif. Ini ditandai dengan pertumbuhan Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang mencapai 15,79% secara year to date hingga akhir November lalu.
Faktor positif dari dalam negeri masih mendukung pertumbuhan pasar obligasi dalam negeri di 2018. "Jika inflasi masih di bawah 4%, maka obligasi masih bisa menjadi instrumen favorit di samping saham," kata Teddy, Selasa (12/12).
Melihat prospek pasar saham dan pasar keuangan di tahun depan, Teddy menilai tidak ada salahnya investor meningkatkan portofolio investasinya pada instrumen obligasi. "Setidaknya bisa ditingkatkan sekitar 30%–40% karena imbal hasilnya diperkirakan bisa bersaing dengan saham," kata dia.
Sementara itu, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menegaskan, pemulihan ekonomi global yang diikuti oleh meningkatnya perekonomian dalam negeri membuat seluruh jenis investasi menarik untuk dikoleksi tahun depan. Rudiyanto mencontohkan, dalam industri reksadana, investor disarankan menempatkan sebagian besar portofolionya pada reksadana berbasis saham. Baru setelah itu reksadana pendapatan tetap dan yang terakhir reksadana pasar uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News