kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cerita Direktur Berdikari Pondasi Perkasa (BDKR) Tan Franciscus Mengenal Berinvestasi


Senin, 13 Maret 2023 / 06:55 WIB
Cerita Direktur Berdikari Pondasi Perkasa (BDKR) Tan Franciscus Mengenal Berinvestasi


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kunci penting dalam berinvestasi bagi Tan Franciscus adalah mengenal instrumen investasi. Menurut pria yang menjabat sebagai Direktur PT Berdikari Pondasi Perkasa Tbk (BDKR) pengetahuan itu untuk mengetahui risiko yang dihadapi dan mengatur strategi dalam menentukan portofolio investasi.

Pria berumur 42 tahun ini mengenal investasi saat berkuliah di Australia pada tahun 1999, berkat lingkungan pertemanannya. "Kebetulan ada punya uang lebih, saya berpikir sayang kalau hanya taruh di rekening saja, dipakai juga tidak," ceritanya kepada Kontan.

Selain itu, dorongan teman-temannya membuatnya menyadari harusnya berinvestasi untuk mengamankan masa depannya.

Pertama kali berinvestasi, Franciscus memanfaatkan sisa uang beasiswa yang didapatkannya, sekaligus memanfaatkan penghasilan kerja paruh waktunya di sana.

Kebetulan saat menyelesaikan studinya, ia juga sembari melakukan pekerjaan paruh waktu di Westpac Banking Corporation (WBC), Sydney sebagai Customer Implementation Team Technical Consultant dan Macquarie Bank Limited (MBL) sebagai Business Analyst.

beriBaca Juga: Target Investasi Tahun Depan Rp 1.650 Triliun, Terlalu Ambisius?

Pengalaman bekerja paruh waktunya itu memberikan kesempatan baginya untuk belajar dunia investasi. Frans pun memutuskan untuk masuk lebih dalam dengan mencoba reksadana.

Reksadana dipilih karena menurutnya paling mudah, sementara pada saat itu cukup mengerikan.

"Reksadana itukan suatu produk dan di dalamnya memiliki kelas asetnya. Selain itu, untuk pemula mungkin itu adalah sesuatu yang sangat mudah diakses, jadi untuk yang pertama kali ikut begitu juga sekalian untuk belajar langsung. Selain deposito ya, atau produk-produk yang disediakan oleh bank," ujarnya.

Perjalanan investasi dalam reksadana berjalan cukup panjang. Sampai kemudian pandemi Covid-19 menghantam perekonomian global.

Pulang ke Indonesia, Franciscus masih melanjutkan berinvestasi di reksadana pasar uang. Sembari, ia mencoba-coba juga masuk pada reksadana saham untuk belajar sedikit demi sedikit terkait saham.

Namun, masih tak langsung masuk ke saham. Investasi selanjutnya jatuh pada properti yang tak lepas dari dorongan orang tuanya. "Sama keluarga dibantu dan mulai masuk ke properti. Kebetulan tahun 2012 itu saya ada sempat investasi di satu ruko berlokasi di Fatmawati," ceritanya.

Frans juga diajari orang tuanya untuk mencuil cuan dari invetasi riil itu. Ia pun mengaku selama memiliki ruko itu, tidak sekalipun pernah kosong penyewa.

Baca Juga: Direktur BDKR, Tan Franciscus : Belajar Instrumen Baru Saat Pandemi

Berlanjut, ia mendalami sendiri dengan mulai menambah portofolio propertinya dengan melakukan KPR. Salah satu triknya membayar uang muka dengan menggunakan hasil investasi properti yang telah dimilikinya. Setelah didapatkan, propertinya kembali disewakan supaya bisa mandiri.

Sampai kemudian pandemi Covid-19 menghantam perekonomian global. Frans bercerita, pandemi yang menjadi titik masuknya ke pasar modal. Saham pertama dibelinya, tetapi bukan untuk tujuan trading melainkan investasi. Sehingga waktu luang selama pandemi ia manfaatkan juga untuk mempelajari seluk beluk saham.

Berbekal dari sana, PT Berdikari Pondasi Perkasa Tbk (BDKR) dibawanya melantai di Bursa Efek Indonesia. Karena terekspos dan belajar sendiri itulah yang menjadi bekalnya investasi saham.

"Jadi trigger-nya dari banyak belajar, banyak pengetahuan itu juga sangat berguna sekali sampai hari ini," ceritanya.

Selama pandemi juga, Frans mencoba mengikuti tren dengan berinvestasi crypto. Menurutnya, investasi crypto juga menarik dengan penggunaan teknologi yang lebih maju.

Hanya saja, ia menyadari risikonya jauh lebih tinggi. Sementada dibandingkan dengan saham, instrumen itu masih memiliki aturan seperti Auto Reject Bawah (ARB) sehingga risiko masih bisa dibatasi.

Meski keduanya memiliki risiko yang tinggi, Frans mengaku paling menyukai pengalamannya berinvestasi pada instrumen tersebut karena serupa. Sebabnya pergerakan keduanya cepat.

"Saat pandemi saham sedang jatuh, jadi cukup menarik karena saat beli naiknya bisa gila-gilaan dan begitu juga sebaliknya. Pengalaman di crypto juga serupa. Jadi cukup memberikan spot jantung dan sebagai pengalaman itu seru," ceritanya.

Dari berbagai instrumen yang telah dicoba, Frans mengaku paling menyukai instrumen properti. Terlihat dari portofolionya di properti yang mencapai 60% dari total investasinya.

Baca Juga: Investor Australia Borong 5 Persen Saham BDKR Lewat IPO, Ritel bisa Ikut Melirik?

Salah satu alasannya, investasi properti cukup mudah memberikan return positif, dengan catatan membeli di tempat yang tepat.

"Kecuali kalau ada shock ekonomi, bagaimanapun juga properti masih lebih aman, walaupun juga tidak liquid dan perawatan yang besar," katanya.

Sementara sisa portofolionya diisi oleh saham sebesar 30%, berlanjut di reksadana dan crypto yang masing-masing mengisi sisa slot 5%.

Frans menjelaskan, penyusunan portofolionya itu lantaan dirinya mendapatkan pembelajaran bahwa dalam berinvestasi harus mengerti profil risiko dan manajemen uang. Apalagi dalam berinvestasi harus ada diversifikasi untuk saling menjaga satu sama lain.

Nah, dengan memahami risiko itu ia bisa memahami harus berinvestasi berapa besar pada instrumen yang dipilihnya. Selain itu, waktu untuk mengetahui kapan untuk masuk karena tentunya investasi harus menggunakan uang dingin. "Sehinga return yang dihasilkan juga maksimal," jelasnya.

Makanya, ia merasa dirinya tipe investor moderat lantaran meskipun berhati-hati, tetapi tidak terlalu takut untuk mengambil risiko. "Apalagi saya masih muda sehingga masih ada risiko yang bisa saya ambil, tetapi risiko yang terukur ya," sambungnya.

Baca Juga: Listing Perdana, Saham Berdikari Pondasi Perkasa (BDKR) Melesat

Berangkat dari pengalamannya itu, Frans menyarankan investor pemula sebaiknya modal awalnya ilmu. Karena untuk menjaga risko dari investasi itu sendiri. Selain itu, pentingnya ilmu itu juga untuk menghindari tawaran-tawaran investasi bodong.

"Sekarang itukan marak sekali dengan penipuan berkedok investasi ya, jadi niatnya tambah aset, tetapi malah boncos," sebutnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×