Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Jangan asal pilih instrumen investasi. Kenali manfaat dan risikonya, serta sesuaikan dengan karakter pribadi. Inilah prinsip berinvestasi yang dipegang Satya Saptaputra, Chief Operating Officer (COO) PT Garansindo Inter Global, agen pemegang merek dari beberapa merek mobil mewah seperti Chrysler, Jeep, Dodge, dan Fiat.
Pria lulusan Sarjana Ekonomi dari Universitas Trisakti ini mulai berinvestasi ketika krisis mengguncang ekonomi Indonesia pada 1998 silam. Kala itu, Satya baru kembali dari Negeri Pam Sam usai merampungkan kuliah Magister Business Administration.
Saat itu, rupiah melemah signifikan terhadap dollar AS dari Rp 2.300 menjadi Rp 4.700. Namun, harga barang belum naik signifikan. Harga properti pun masih relatif rendah. Maka, timbul nalurinya untuk membeli properti. "Hidup di Jakarta, paling cocok investasi properti. Bahkan orang awam yang tak paham investasi cenderung memilih properti" tutur Satya.
Benar saja nalurinya. Harga rumah yang ia beli di dekat jalan tol Outer Ring Road Jalan TB Simatupang pada tahun 2008 melesat hingga 400% hanya dalam dua tahun. Sejak itu, properti tak pernah luput dari portofolio investasinya.
Namun, dalam memilih properti, pria kelahiran 47 tahun silam ini mempertimbangkan banyak aspek. Misalnya, lokasi, potensi kenaikan harga, maupun proyeksi ke depan. Makanya, ia tak hanya mengoleksi properti di Jakarta, tapi juga merambah Balikpapan, Kalimantan Timur. Pertimbangannya, Bandara Udara Sepinggan menjadi bandara ketiga tersibuk di Indonesia. Pendapatan per kapita di Kalimantan Timur juga tertinggi se-Indonesia.
Bahkan, suatu saat nanti, ia berkeinginan membeli properti di Bali untuk masa tuanya. "Namun, tidak dalam waktu dekat. Saat ini, apa yang saya punya sudah cukup untuk diri dan keluarga," ungkapnya. Maklum, ia berprinsip, tidak perlu mengorbankan kebutuhan primer demi berinvestasi.
Diversifikasi instrumen
Akan tetapi, Satya paham betul berinvestasi yang ideal tak cukup bertumpu pada satu produk. Perlu diversifikasi, karena setiap instrumen memiliki risiko tersendiri. "Jangan menaruh hanya dalam satu ember. Kalau embernya jebol, semuanya bisa hilang," ucapnya.
Maka, ia mendiversifikasi portofolio investasi ke beberapa aset lain, seperti saham, logam mulia, dan penyertaan modal di perusahaan logistik.
Meski mengaku bukan tipe pengambil risiko tinggi alias high risk taker, Satya mengoleksi beberapa saham, baik di Bursa Efek Indonesia (BEI) maupun di bursa regional. Strateginya, memilih saham-saham yang baru IPO dan kinerja perusahaan yang baik. "Harga saham emiten yang baru IPO itu lebih murah, jadi potensi kenaikannya juga cukup besar," ujarnya.
Meski cukup getol mengoleksi properti dan saham, namun porsi investasi terbesar Satya adalah di perusahaan logistik. Ia menyertakan modal dan menjadi pemegang saham di dua perusahaan logistik sejak 2012. Ia mengaku, salah satu perusahaan logistik yang berbasis di Singapura bisa memberikan gain cukup tinggi.
Ia memilih investasi di logistik, karena sempat bekerja di perusahaan logistik. Satya melihat besarnya pertumbuhan kebutuhan logistik di Indonesia, terutama perusahaan yang fokus di bidang supply chain management dan warehousing. Dalam setahun, bisnis logistik bisa tumbuh 40%. Makanya, banyak pemain asing seperti Korea masuk ke usaha ini.
Kini, selain menjalankan tanggung jawabnya di Garansindo dan mengelola portofolio pribadinya, Satya juga mendirikan bisnis konsultan bersama mitra kerjanya. Bisnis ini sebagai jembatan bagi para investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News